Setiap orang berhak mendapat hak perawatan kesehatan (the right to health care). Merupakan suatu kewajiban bagi petugas kesehatan untuk memberi pelayanan bagi setiap orang yang membutuhkan.. Masalah yang sering terjadi selama ini adalah minimnya komunikasi antara petugas kesehatan dengan penerima pelayanan, akhirnya ini sering menimbulkan kesalahpahaman.
Informed Consent ( Persetujuan setelah penjelasan ) adalah suatu persetujuan yang diberikan setelah pasien mendapatkan informasi yang akurat mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan ini bisa dalam bentuk lisan maupun tertulis. Pada hakikatnya Informed Consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien (ada kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan lisan pun sesungguhnya sudah cukup. Penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis hanya merupakan pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya. Formulir ini juga merupakan suatu tanda bukti yang akan disimpan di dalam arsip rekam medis pasien. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Informed consent bukan hanya sekadar kertas yang ditandatangani, akan tetapi mengandung makna tanggung jawab moral seorang pemberi pelayanan. Jadi, bukan legal aspek. Walau informed consent telah ditandatangani petugas tetap saja bisa dituntut, tentu saja setelah melalui proses penilaian oleh majelis etik profesi. Sebenarnya kemungkinan tuntutan malpraktik sangat bisa diminimalkan bila para pemberi pelayanan menjelaskan (informed) dengan baik hal-hal tindakan yang akan diambil dan segala kemungkinan risikonya. Penjelasan sebelum suatu tindakan tentang hal yang akan dilakukan dan kemungkinan risiko yang tak dinginkan/komplikasi sangat berguna bila dapat dilakukan dengan baik, sehingga tidak banyak reaksi akan muncul dari pihak keluarga bila benar terjadi risiko atau komplikasi.
Tanggung jawab :
§ dokter bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan tindakan medik
§ persetujuan tindakan medik yang dilaksanakan di rumah sakit, maka rumah sakit ikut bertanggung jawab.
1. SAAT UNTUK MEMBERI INFORMASI
Setelah hubungan dokter pasien terbentuk, dokter berkewajiban memberitahukan pasien mengenai kondisinya; diagnosis, terapi, resiko, alternatif, prognosis dan harapan. Dokter seharusnya tidak mengurangi materi informasi atau memaksa pasien untuk segera memberi keputusan. Informasi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
2. RUANG LINGKUP PEMBERIAN INFORMASI
Ruang lingkup materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan medis pasien pada saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.
Dalam mempertimbangkan perlu tidaknya mengungkapkan diagnosi penyakit yang berat, faktor emosional pasien harus dipertimbangkan terutama kemungkinan bahwa pengungkapan tersebut dapat mengancam pulihnya pasien. Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inklonkusif.
3. HAL-HAL YANG PERLU DIINFORMASIKAN
· Hasil Pemeriksaan
Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Apabila informasi sudah diberikan maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien
· Resiko
Resiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi yang dilakukan oleh dokter untuk terjadinya hal tersebut. Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya beresiko dan terdapat alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien.
· Alternatif
Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat/keberhasilan, bahaya/kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul dari pilihan tersebut.
· Rujukan/Konsultasi
Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien tertentu dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat menangani pasien lebih baik darinya.
· Prognosis
Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan resiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa yang terjadi dengan mereka.
4. BENTUK PERSETUJUAN/PENOLAKAN
Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat. Istilah untuk kelalaian rumah sakit tersebut yaitu “Fraudulent concealment”. Pasien yang akan menjalani operasi mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh dokter lain dapat saja menuntut malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya informed consent dan dapat menuntut dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya.
Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan bahwa persetujuan diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari informed consent yang benar yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi. Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang merangkum semua informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis pasien.
Informed Consent adalah dokumen tertulis yang ditanda tangani oleh pasien yang mengizinkan suatu tindakan tertentu pada dirinya.
Informed Consent mempunyai 5 unsur yaitu :
1. adanya tindakan
Persetujuan tindakan medis harus memuat jenis operasi yang akan dikerjakan. Jenis operasi ini haruslah dimengerti oleh pasien. Penjelasan ini kalau perlu dilakukan dengan gambar,misalnya operasi usus buntu. Tindakan ini dijelaskan dengan menggambarkan apendinya dan cara operasinya
2. adanya resiko
Setiap tindakan medik mengandung resiko. Ada resiko yang dapat diduga dan ada juga yang tidak terduga. Resiko ini harus dijelaskan kepada pasien. Untuk resiko yang dapat diduga harus diberitahu pula cara pengamanannya. Resiko yang tidak terduga harus diberitahukan dengan bijaksana dan bukan menakuti. Maksudnya jangan sampai pasien tidak menyetujui operasi karena suatu resiko yang sangat kecil. Misalnnya: “Wah kalau operasi ini bisa hilang suara.”
3. adanya tujuan yang ingin dicapai
Setiap tindakan, operasi atau tidak, mempunyai alasan, tujuan, keuntungan dan kerugian. Untuk operasi usus buntu : alasannya adalah untuk membuang sumber infeksi. Tujuannya adalah sembuh; atau tidak ada lagi keluhan sakit perut. Keuntungannya adalah resiko operasi yang sangat kecil. Kerugian bila tidak dioperasi, usus buntu itu akan pecah atau menahun.
4. adanya batasan hukum yang etik
Batasan hukum dan etik perlu diinformasikan pada pasien. Aborsi tanpa alasan yang kuat dilarang di Indonesia. Demikian juga dengan euthanasia. Hal-hal yang menyangkut operasi perubahan identitas, Perlu mendapat informasi yang sempurna
5. adanya opsi pilihan
Opsi lain perlu diinformasikan juga. Dalam hal usus buntu memang tidak ada opsi lain selain operasi. Berbeda dengan batu ginjal yang masih mungkin “ditembak” . Opsi yang juga harus ditawarkan adalah pendapat banding atau dokter lain
5. TUJUAN INFORMED CONSENT
· Melindungi hak klien/pasien untuk membuat keputusan yang otonom
· Agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan.
· untuk regulasi/ memberikan kesempatan peran aktif pasien dalam pengambilan keputusan medis.
· Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau “over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya.
· Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negative
6. KEMAMPUAN MEMBERI PERIJINAN
Jadi sesungguhnya yang terutama dokter wajib memberikan informasi dan minta persetujuan kepada pasiennya. Kalau pasiennya tidak bisa berkomunikasi baru persetujuan dimintakan kepada salah satu keluarga terdekat. Akan tetapi di Indonesia, sesuai dengan adat kebudayaan kita, ternyata dokter juga dituntut memiliki kewajiban moril untuk memberi informasi kepada keluarga pasien, karena hal ini merupakan bentuk kepedulian pasien tersebut.
Idealnya dokter memberikan penjelasan kepada keluarga pasien sekali saja sebelum tindakan medis dilaksanakan, seyogyanya seluruh keluarga dekat pasien sudah mendengarkan penjelasan dari dokter tersebut.
Ada juga situasi di mana pasien dirawat lama dan masih dalam kondisi kritis. Pada keadaan seperti ini sukar mengumpulkan seluruh keluarga setiap hari, maka sebaiknya ditunjuk oleh keluarga seseorang wakil yang selalu hadir menerima berbagai penjelasan-penjelasan dari hari ke hari tentang kemajuan pasien, tentang pemeriksaan, tentang obat, dsb. Wakil ini kemungkinan meneruskan kepada keluarga, dan ybs menjadi penghubung keluarga dan dokter / rumah sakit.
a) UU Praktik Kedokteran
Dalam Undang-Undang Republika Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, telah diatur tentang Informed Consent ini pada Pasal 45 tentang “Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi” yang isinya antara lain:
Ayat 1: Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
Ayat 2: Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
Ayat 3: Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup: diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan lain dan resikonya, risikonya dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
Ayat 4: Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
Ayat 5: Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Dalam penjelasan atas UU Nomor 29 Tahun 2004 tersebut disebutkan bahwa pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan, persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain suami/istri/ibu kandung, anak kandung atau saudara kandung.
0 comments:
Post a Comment