Welcome to my blog !!!

Welcome to my blog !!!

Blog ini membahas tentang keperawatan, kebidanan, serta hal - hal umum lainnya...

Senang sekali jika anda mau berbagi pendapat dengan saya disini... ^^

Monday, 23 April 2012

LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERI

LANDASAN TEORI MEDIK

A.    PENGERTIAN
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya. (Prawirohardjo,S. Ilmu Kandungan. 1999: 338)
Mioma uteri sering juga disebut Fibroid walaupun asalnya dari jaringan otot, dapat bersifat tunggal atau ganda, dan mencapai ukuran besar. (Buku Ginekologi FK Universitas Padjakaran Bandung: 154)

B.     ETIOLOGI DAN PATOLOGI
1.      Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
a.       Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
b.      Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
c.       Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.

Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
-          Umur :
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35 – 45 tahun.
-          Paritas :
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
-          Faktor ras dan genetik :
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
-          Fungsi ovarium :
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.
2.      Patologi
Jika tumor dipotong, akan menonjol diatas miometrium sekitarnya karena kapsulnya berkontraksi. Warnanya abu keputihan, tersusun atas berkas- berkas otot jalin- menjalin dan melingkar- lingkar didalam matriks jaringan ikat. Pada bagian perifer serabut otot tersusun atas lapisan konsentrik dan serabut otot tersusun atas lapisan konsentrik serta serabut otot normal yang mengelilingi tumor berorientasi sama. Antara tumor dan miometrium normal, terdapat lapisan jaringan areolar tipis yang membentuk pseudokapsul, tempat masuknya pembuluh darah kedalam mioma.
Pada pemeriksaan mikroskopis, kelompok – kelompok sel otot berbentuk kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi berkas – berkas oleh jaringan ikat. Karena seluruh suplai darah mioma berasal dari beberapa pembuluh darah yang masuk ke pseudokapsul, berarti pertumbuhan tumor tersebut selalu melampaui suplai darahnya. Ini menyebabkan degenerasi, terutama pada bagian tengah mioma. Mula – mula terjadi degenerasi hyalin, mungkin menjadi degenerasi kistik, atau kialsifikasi dapat terjadi kapanpun oleh ahli ginekologi pada abad ke –19 disebut sebagai “batu rahim”. Pada kehamilan, dapat terjadi komplikasi. dengan dikuti ekstravasasi darah diseluruh tumor yang memberikan gambaran seperti daging sapi mentah. Kurang dari 0,1% terjadi perubahan tumor menjadi sarkoma.

C.     KLASIFIKASI
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena
  1. Lokasi
Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.
  1. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
a.       Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
b.      Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).
c.       Mioma Uteri Submukosa
Terletak di bawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak. Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruangan rahim.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.

D.    Simtomatologi
Gejala tergantung pada besar dan posisi mioma. Kebanyakan mioma kecil dan beberapa yang besar tidak menimbulkan gejala dan hanya terdeteksi pada pemeriksaan rutin. Jika mioma terletak subendometrium, mungkin disertai minoragia. Jika perdarahan yang hebat menetap, pasien mungkin mengalami anemia. Ketika uterus berkontraksi, dapat timbul nyeri kram. Mioma subendometrium yang bertangkai dapat menyebabkan perdarahan persisten dari uterus.
Dimanapun posisinya didalam uterus, mioma besar dapat menyebabkan gejala penekanan pada panggul, disuria dan sering kencing serta konstipasi atau nyeri punggung jika uterus yang membesar menekan rectum. Mioma servic dapat menyebabkan nyeri panggul dan kesulitan melakukan hubungan seksual. Mioma fibrosa dapat tidak menunjukan gejala/ menyebabkan perdarahan vagina abnormal. Gejala lain akibat tekanan pada organ – organ sekitarnya mencakup nyeri, sakit kepala, konstipasi dan masalah – masalah perkemihan. Menorrhagi dan metroragi terjadi karena fibroid (dapat merusak lapisan uterus).

E.     Komplikasi
  1. Pertumbuhan leimiosarkoma
Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong – konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause.
  1. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh kasus mioma uteri serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Komplikasi ini dicurigai jika ada keluhan nyeri atau ukuran tumor yang semakin bertambah besar terutama jika dijumpai pada penderita yang sudah menopause.
  1. Anemia
Anemia timbul karena seringkali penderita mioma uteri mengalami perdarahan pervaginam yang abnormal. Perdarahan abnormal pada kasus mioma uteri akan mengakibatkan anemia defisiensi besi.
  1. Torsi (putaran tangkai)
Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomen akut, mual, muntah dan shock
  1. Nekrosis dan Infeksi
Pada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan dari vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.
  1. Infertilitas
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma uteri submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Penegakkan diagnosis infertilitas yang dicurigai penyebabnya adalah mioma uteri maka penyebab lain harus disingkirkan.

F.      PENGARUH TIMBAL BALIK MIOMA DAN KEHAMILAN
1.      Pengaruh Mioma uteri dan kehamilan
Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan misalnya mempengaruhi letak janin; menghalangi kemajuan persalinan karena letaknya pada servik uteri; menyebabkan inersia maupun atonia uteri, sehingga menyebabkan perdarahan pasca persalinan karena adanya gangguan mekanik dalam fungsi miometrium; menyebabkan plasenta sukar lepas dari dasarnya dan mengganggu proses involusi dalam nifas. Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, adanya kehamilan pada mioma uteri memerlukan pengamatan yang cermat.
2.      Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
Kehamilan sendiri dapat menimbulkan perubahan pada mioma uteri, antara lain :
a.       Tumor membesar terutama pada bulan-bulan pertama karena pengaruh estrogen yang kadarnya meningkat.
b.      Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas seperti telah diutarakan di atas, yang kadang-kadang memerlukan pembedahan segera guna mengangkat sarang mioma. Anehnya pengangkatan sarang mioma demikian itu jarang menyebabkan banyak perdarahan.
c.       Meskipun jarang, mioma uteri bertangkai dapat juga mengalami torsi dengan gejala dan tanda sindrom abdomen akut.

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
  1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun / meningkat, Eritrosit : turun.
  2. USG :  terlihat massa pada daerah uterus.
  3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
  4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
  5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan operasi.
  6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi.

H.    DIAGNOSIS
Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan:
1.      Anamnesis
a.       Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama.
b.      Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air besar.
c.       Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah.
2.      Pemeriksaan fisik
a.       Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.
b.      Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglasi.
c.       Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata.
3.      Gejala klinis
a.       Adanya rasa penuh pada perut bagian bawah dan tanda massa yang padat kenyal.
b.      Adanya perdarahan abnormal.
c.       Nyeri, terutama saat menstruasi.
d.      Infertilitas dan abortus.
4.      Pemeriksaan luar
Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas.
5.      Pemeriksaan dalam
Teraba tumor yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.
6.      Pemeriksaan penunjang
a.       USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama lebih bermanfaat untuk mendeteksi kelainain pada rahim, termasuk mioma uteri. Uterus yang besar lebih baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri dapat menampilkan gambaran secara khas yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Sehingga sangatlah tepat untuk digunnakan dalam monitoring (pemantauan) perkembangan mioma uteri. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan
b.      Hiteroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai. Pemeriksaan ini dapat berfungsi sebagai alat untuk penegakkan diagnosis dan sekaligus untuk pengobatan karena dapat diangkat.
c.       MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan karena keterbatasan ekonomi dan sumber daya. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.
d.      Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur.
e.       Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
f.       Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
g.      Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum, kreatinin darah.
h.      Tes kehamilan.

I.       DIAGNOSIS BANDING
1.      Tumor solid ovarium.
2.      Uterus gravid.
3.      Kelainan bawaan rahim.
4.      Endometriosis, adenomiosis.
5.      Perdarahan uterus disfungsional

J.       PERUBAHAN SEKUNDER
1.      Atrofi: sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.
2.      Degenerasi hialin: perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripadanya, seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
3.      Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kistoma ovarium atau suatu kehamilan.
4.      Degenerasi membatu (calcireous degeneration): terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto Rontgen.
5.      Degenerasi merah (carneous degeneration): perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis: diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
6.      Degenerasi lemak: jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.

K.    PENANGANAN
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, paritas, lokasi, dan ukuran tumor, dan terbagi atas :
1.      Penanganan konservatif, bila : mioma yang kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala.
Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
a.       Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b.      Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
c.       Pemberian zat besi.
d.      Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3 menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. 
e.       Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah. 
f.       Baru-baru ini, progestin dan antiprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterin.
2.      Penanganan operatif, bila :
a.       Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
b.      Pertumbuhan tumor cepat.
c.       Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d.      Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
e.       Hipermenorea pada mioma submukosa.
f.       Penekanan pada organ sekitarnya.
g.      Ada kecurigaan perubahan ke arah keganasan terutama jika pertambahan ukuran tumor setelah menopause
h.      Perdarahan pervaginam abnormal yang memberat
i.        Retensio urin
j.        Tumor yang menghalangi proses persalinan

Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :
a.       Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea.

Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut :
·         Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
·         Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
·         Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran yang berulang.
b.      Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dikerjakan pada pasien dengan gejala dan keluhan yang jelas mengganggu. Histerektomi bisa dilakukan pervaginam pada ukuran tumor yang kecil. Tetapi pada umumnya histerektomi dilakukan perabdomial karena lebih mudah dan pengangkatan sarang mioma dapat dilakukan lebih bersih dan teliti.
Tindakan ini dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
1)      Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan olah pasien
2)      Perdarahan uterus berlebihan :
a.       Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari
b.      Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis. 
3)      Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :
a.       Nyeri hebat dan akut.
b.      Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
c.       Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih.
c.       Penanganan Radioterapi
Radioterapi bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause. Selain itu, maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. Radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat kontraindikasi untuk tindakan operatif. Akhir-akhir ini kontraindikasi tersebut makin berkurang. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila :
1)      tidak ada keganasan pada uterus
2)      Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
3)      Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
4)      Bukan jenis submukosa.
5)      Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
6)      Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.


LANDASAN TEORI ASKEP

A.    PENGKAJIAN
1.      Pengkajian primer, Identitas Klien, data fokus:
·         Ketidak teraturan menstruasi (perdarahan abnormal)
·         Infertilitas, anovulasi
·         Nulipara
·         Keterlambatan menopause
·         Penggunaan jangka panjang obat estrogen setelah menopause.
·         Riwayat : Obesitas, Diabetes Melitus, Hipertensi, Hiperplasi adenomatosa.
·         Ada benjolan di perut bagian bawah dan rasa berat.
2.      Pengkajian sekunder
·         Pemeriksaan USG : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma, diagnosis banding dengan kehamilan.
·         Laparaskopi : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma uteri

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat nekrosis dan peradangan.
  2. Gangguan eliminasi urine (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik / motorik.
  3. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
  4. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia.

C.    INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis dan peradangan.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.
Kriteria Hasil :
·         Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5)
·         Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks.
·         Tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-37 0C, N : 80-100 x/m, RR : 16-24x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
Intervensi :
a.       Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin.
Rasional : membantu meringankan rasa nyeri
b.       Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis : dengan teknik relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik.
Rasional : meningkatkan kenyamanan klien
c.        Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.
Rasional : lingkungan yang tenang dapat memberikan rasa nyaman
d.       Observasi tanda-tanda vital
Rasional : melihat perkembangan KU klien dimana rangsang nyeri dapat meningkatkan TTV
e.        Observasi adanya nyeri dan tingkat nyeri.
Rasional : Memudahkan tindakan keperawatan
f.        Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional : membantu dalam mengurangi rasa nyeri, dengan memblokade pusat hantaran nyeri

2.      Gangguan eliminasi urine (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik / motorik.
Tujuan : Pola eliminasi urine ibu kembali normal
criteria hasil : ibu memahami terjadinya retensi urine, bersedia melakukan tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan retensi urine.
Intervensi :
a.       Catat pola miksi dan monitor pengeluaran urine
Rasional : Melihat perubahan pola eliminasi klien
b.       Lakukan palpasi pada kandung kemih, observasi adanya ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
Rasional : Menentukan tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien
c.        Anjurkan klien untuk merangsang miksi dengan pemberian air hangat, mengatur posisi, mengalirkan air keran.
Rasional : Mencegah terjadinya retensi urine

3.      Cemas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
 Tujuan : pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah dan cemas berkurang.
Kriteria Hasil :
·         Klien mengatakan rasa cemas berkurang
·         Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi.
·         Klien mengerti tentang penyakitnya.
·         Klien tampak rileks.
·         Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 oC, Nadi : 80-100x/m, R: 16-24 x/m TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
Intervensi :
a.       Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya
b.       Ciptakan lingkungan tenang dan terbuka dimana pasien merasa aman unuk mendiskusikan perasaannya.
c.        Berikan informasi tentang penyakitnya, prognosi, dan pengobatan serta prosedur secara jelas dan akurat.
Rasional : dengan informasi yang baik dapat menurunkan kecemasan klien
d.       Monitor tanda-tanda vital.
e.        Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas.
f.        Minta pasien untuk umpan balik tentang apa yang telah dijelaskan.
g.        Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan.

4.      Resiko tinggi infeksi b.d. pertahanan tubuh tidak adekuat akibat penurunan haemoglobin (anemia).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x 24 jam.
Kriteria Hasil :
·         Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, color, dolor dan fungsiolesia.
·         Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14 gr%
·         Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370 C
Intervensi :
a.       Pantau adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional : membantu menentukan intervensi selanjutnya
b.       Lakukan cuci tangan yang baik sebelum tindakan keperawatan.
Rasional : untuk mencegah terjadinya infeksi
c.        Gunakan teknik aseptik pada prosedur perawatan.
Rasional : mencegah masuknya mikroorganisme
d.       Monitor tanda-tanda vital dan kadar haemoglobin serta leukosit.
Rasional : untuk mendeteksi terhadap adanya tanda – tanda infeksi
e.        Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta Batasi pengunjung
Rasional : untuk menghindari pemajanan bakteri.
f.        Kolaborasi dengan medis untuk pemberian antibiotika.
Rasional : mencegah terjadinya infeksi

0 comments:

Post a Comment