BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Suku Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku Deutero-Melayu, atau Melayu Muda. Masuk ke Nusantara setelah gelombang nigrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata ‘Bugis’ berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penanaman “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina (bukan Negara Tiongkok, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo saat ini) yaitu La Sattumpugi.
Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan lain. Masyarakat Bugis ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, pemerintahan mereka sendiri.
Karena masyarakat Bugis tersebar didataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan.
Komunitas Bugis hampir selalu dapat ditemui di daerah pesisir di nusantara bahkan sampai ke Malaysia, Filipina, Brunei dan Thailand. Budaya perantau yang dimiliki orang Bugis didorong oleh keinginan akan kemerdekaan. Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kemerdekaan.
Tradisi filsafat sopan santun orang Bugis dibangun dan dibentuk sesuai dengan latar belakang budaya orang Bugis (kepercayaan, akhlak sesame, kesenian, moral, hukum, adat istiadat) yang keramat dan sakral. Filsafat sopan santun orang Bugis membahas masalah nilai atau norma sosial yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat Bugis tentang perilaku menuju kehidupan yang baik yang didalamnya meliputi aspek kebenaran, akhlak, kewajiban, pendidikan, sopan santun, kepribadian, peran, dan sebagainya.
B. RUMUSAN MASALAH
Dengan melihat latar belakang yang telah diuraikan di atas tentang pentingnya sebuah kebudayaan dan tradisi yang timbul dari kebudayaan tersebut khususnya dalam masyarakat Bugis, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini yaitu membahas pola hidup masyarakat Bugis dalam kehidupan sehari-hari.
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai perjalanan sejarah orang Bugis dimana hal itu sangat penting dalam memahami dasar filsafat sopan santun etika orang Bugis.
2. Untuk mengetahui budaya sopan santun orang Bugis dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam berinteraksi dengan sesama.
D. MANFAAT
1. Sebagai bahan pembelajaran dalam mata kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan dalam Proses Keperawatan.
2. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa dan pihak-pihak lain yang akan melakukan penyusunan makalah dengan topik yang sama.
BAB II
FILSAFAT SOPAN SANTUN ORANG BUGIS
A. KONSEP SOPAN SANTUN ORANG BUGIS
Sopan menurut orang Bugis merupakan nilai budaya dan sudah menjadi sebuah karakter masyarakat Bugis yang sarat dengan muatan pendidikan umumnya memiliki makna yang berisi anjuran untuk berbuat baik, bertata krama melalui ucapan maupun gerak tubuh (tingkah laku), baik perbuatan yang dilakukan terhadap sesama maupun perbuatan untuk kebaikan diri sendiri.
Orang Bugis adalah masyarakat yang menjunjung tinggi sopan santun (etika dan tata cara pergaulan) yang benar dan sesuai hati nurani.
B. CIRI-CIRI SOPAN SANTUN ORANG BUGIS
Budaya masyarakat Bugis yang ditinggalkan oleh leluhur telah melahirkan sopan santun baik itu melalui ucapan maupun gerak. Ciri-ciri sopan santun orang Bugis dapat dilihat dari budayanya, antara lain :
a. Pemmali
Fungsi utama pemmali dalam masyarakat Bugis adalah sebagai pegangan untuk membentuk pribadi luhur. dalam hal ini pemmali memegang peranan sebagai media pendidikan budi pekerti.
b. Siri
Siri merupakan perasaan halus dan suci dan sebagai hal yang memberi identitas sosial dan martabat. dalam hal ini sebagai pandangan hidup untuk mempertahankan, meningkatkan atau mencapai suatu prestasi yang dilakukan dengan sekuat tenaga dan segala jerih payah demi siri itu sendiri.
c. Tabe
Tabe mengajarkan hal-hal yang berhubungan dengan akhlak sesama, seperti mengucapkan “permisi” sambil berbungkuk setengah badan bila lewat di depan sekumpulan orang-orang tua yang sedang bercerita. Tabe bermakna ramah, menghargai orang yang lebih tua serta menyayangi yang muda
C. BUDAYA SOPAN SANTUN ORANG BUGIS
1. PEMMALI
Pemmali merupakan istilah dalam masyarakat Bugis yang digunakan untuk menyatakan larangan kepada seseorang yang berbuat dan mengatakan sesuatu yang tidak sesuai. Pemmali dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi pemali yang memiliki makna pantangan, larangan berdasarkan adat dan kebiasaan.
Masyarakat Bugis meyakini bahwa pelanggaran terhadap pemmali akan mengakibatkan ganjaran atau kutukan. Kepercayaan masyarakat Bugis terhadap pemmali selalu dipegang teguh. Fungsi utama pemmali adalah sebagai pegangan untuk membentuk pribadi luhur. Dalam hal ini pemmali memegang peranan sebagai media pendidikan budi pekerti.
Pemmali dalam masyarakat bugis dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu pemmali dalam bentuk perkataan dan pemmali dalam bentuk perbuatan.
a. Pemmali bentuk perkataan
Pemmali bentuk ini berupa tuturan atau ujaran. Biasanya berupa kata-kata yang dilarang atau pantang untuk diucapkan atau disebut kata tabu. Misalnya balawo “tikus”, buaja “buaya”, guttu “guntur”. Kata-kata tabu seperti di atas jika diucapkan diyakini akan menghadirkan bencana atau kerugian. Misalnya, menyebut kata balawo (tikus) dipercaya masyarakat akan mengakibatkan gagal panen karena serangan hama tikus.
Untuk menghindari penggunaan kata-kata tabu dalam berkomunikasi, masyarakat Bugis menggunakan eufemisme sebagai padanan kata yang lebih halus. Misalnya, kata punna tanah “penguasa tanah” digunakan untuk menggantikan kata balawo.
b. Pemmali bentuk perbuatan atau tindakan
Pemmali bentuk perbuatan atau tindakan merupakan tingkah laku yang dilarang untuk dilakukan guna menghindari datangnya biaya, karma atau berkurangnya rezeki.
Beberapa contoh pemmali dan maknanya :
1) Riappemmalianggi ana’ daraE makkelong ri dapurennge narekko mannasui.
Terjemahan : Pantangan bagi seorang gadis menyanyi di dapur apabila sedang memasak atau menyiapkan makanan.
Akibat yang dapat ditimbulkan dari pelanggaran terhadap larangan ini adalah kemungkinan sang gadis akan mendapatkan jodoh yang sudah tua. Secara logika, tidak ada hubungan secara langsung antara menyanyi di dapur dengan jodoh seseorang. Memasak merupakan aktivitas manusia, sedangkan jodoh merupakan factor nasib, takdir dan kehendak Tuhan. Jika dimaknai lebih lanjut, pemmali di atas sebenarnya memiliki hubungan erat dengan masalah kesehatan. Menyanyi di dapur dapat mengakibatkan keluarnya ludah kemudian terpercik ke makanan, dan perilaku itu dapat mendatangkan penyakit. Namun, ungkapan atau larangan yang bernilai bagi kesehatan ini tidak dilakukan secara langsung, melainkan diungkapkan dalam bentuk pemmali.
2) Deq nawedding anaq daraE matinro lettu tengga asso nasabaq labewi dalleqna.
Terjamahan : Gadis tidak boleh tidur sampai tengah hari sebab rezeki akan berlalu.
Bangun tengah hari melambangkan sikap malas. Apabila dilakukan oleh seorang gadis, hal ini dianggap sangat tidak baik. Jika seseorang terlambat bangun, maka pekerjaannya akan terbengkalai sehingga rezeki yang bias diperoleh lewat begitu saja. Hal itu juga dihubungkan dengan kemungkinan susah mendapatkan jodoh. Karena dianggap malas, lelaki bujangan tidak akan memilih gadis seperti ini menjadi istri. Jodoh ini merupakan salah satu rezeki yang melayang karena terlambat bangun.
Dari tinjauan kesehatan, bangun tengah hari dapat mengakibatkan kondisi fisik menjadi lemah sehingga dapat menyebabkan perempuan ( gadis ) tidak dapat beraktivitas menyelesaikan kebutuhan rumah tangga. Masyarakat bugis menempatkan perempuan sebagai pemegang kunci dalam mengurus rumah tangga dan memiliki jangkauan tugas yang luas, misalnya mengurus kebutuhan suami dan anak.
3) Riappemmalianggi matinro esso taue ri sese denapa natabbawa ujuna taumate engkae ri bali bolata.
Terjemahan : Pantangan orang tidur siang jika jenazah yang ada di tetangga kita belum diberangkatkan ke kuburan.
Pemali ini menggambarkan betapa tingginya penghargaan masyarakat Bugis terhadap sesamanya. Jika ada tetangga yang meninggal, masyarakat diharapkan ikut mengurus. Masyarakat biasanya berdatangan ke tempat jenazah disemayamkan untuk memberikan penghormatan terakhir dan sebagai ungkapan turut berduka cita bagi keluarga yang ditinggalkan. Masyarakat yang tidak dapat melayat jenazah karena memiliki halangan dilarang untuk tidur sebelum jenazah dikuburkan, untuk menunjukkan perasaan berduka atau berempati dengan suasana duka yang dialami keluarga orang yang meninggal.
4) Pemmali mattula bangi tauwe nasabaq macilakai.
Terjemahan : Pantangan bertopang dagu sebab akan sial.
Bertopang dagu menunjukkan sikap seseorang yang tidak melakukan sesuatu. Pekerjaannya hanya berpangku tangan.. Perbuatan ini menunjukkan sikap malas. Tidak ada hasil yang bisa didapatkan karena tidak ada pekerjaan yang dilakukan. Orang yang demikian biasanya hidup menderita. Ia dianggap sial karena tidak mampu melakukan pekerjaan yang mendatangkan hasil untuk memenuhi kebutuhannya. Ketidakmampuan tersebut mengakibatkan hidupnya menderita.
5) Pemmali lewu moppang ananaE nasabaq magatti mate indoqna.
Terjemahan : Pemali anak-anak berbaring tengkurap sebab ibunya akan cepat meninggal.
Tidur tengkurap merupakan cara tidur yang tidak biasa. Hal seperti ini dapat mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan, misalnya sakit di dada atau sakit perut. Pemali ini berfungsi mendidik anak untuk menjadi orang yang memegang teguh etika, memahami sopan santun, dan menjaga budaya. Anak merupakan generasi yang harus dibina agar tumbuh sehingga ketika besar ia tidak memalukan keluarga.
6) Pemmali kalloloe manrewi passampo nasabaq iyaro nasabaqi pancajiwi passampo siri.
Terjemahan : Pemali bagi remaja laki-laki menggunakan penutup sebagai alat makan sebab ia akan dijadikan penutup malu.
Penutup malu maksudnya menikahi gadis yang hamil di luar nikah akibat perbuatan orang lain. Meskipun bukan dia yang menghamili, namun dia yang ditunjuk untuk mengawini atau bertanggungjawab. Inti pemali ini adalah memanfaatkan sesuatu sesuai fungsinya.
Menggunakan penutup ( penutup benda tertentu ) sebagai alat makan tidak sesuai dengan etika makan. Penutup bukan alat makan. Orang yang makan dengan penutup merupakan orang yang tidak menaati sopan santun dan etika makan. Akibat lain yang ditimbulkan adalah debu akan terbang masuk ke makanan, akhirnya makanan yang ada di wadah tertentu menjadi kotor karena memiliki penutup. Hal ini sangat tidak baik bagi kesehatan karena dapat mendatangkan penyakit.
7) Pemmali saleiwi inanre iyarega uwae pella iya puraE ipatala nasabaq mabisai nakenna abalaq.
Terjemahan : Pemali meninggalkan makanan atau minuman yang sudah dihidangkan karene bisa terkena bencana.
Pemali ini memuat ajaran untuk tidak meninggalkan makanan atau minuman yang sengaja dibuatkan tanpa mencicipinya, adalah pemborosan sebab akan menjadi mubazir, membuat tuan rumah tersinggung, dan merupakan wujud penolakan terhadap rezeki. Selain itu, menikmati makanan atau minuman yang dihidangkan tuan rumah merupakan bentuk penghormatan seorang tamu terhadap tuan rumah. Makanan bagi masyarakat Bugis merupakan rezeki besar.
Berdasarkan beberapa contoh yang dipaparkan di atas, pemmali dapat dikategorikan ke dalam beberapa bagian, yaitu menurut jenis kelamin, usia, atau bidang kegiatan. Melihat tujuannya yang begitu luhur, pemmali merupakan nilai budaya Bugis yang mutlak untuk terus dilestarikan.
2. SIRI
Bagi orang Bugis hidup ini adalah harga diri (siri) yang harus selalu dipelihara dan dipertaruhkan agar keseimbangannya dengan yang lain senantiasa terjaga apabila seseorang dibuat siri (masiri) yang menyebabkan harga dirinya terganggu atau hilang, maka oleh masyarakat sekitarnya ia dituntut untuk mengambil langkah menebus diri dengan menyingkirkan penyebab siri di matanya sendiri dan di mata masyarakatnya.
Ketika seseorang telah melangkah mengambil tindakan untuk mempertahankan dan merebut harga diri (siri’na), maka proses awal memasuki dunia sejarah dari seseorang telah dimulai.
A. Zainal Abidin Farid (1983 : 2) membagi siri, dalam dua jenis :
a. Siri’ Nipakasiri’, yang terjadi bilamana seseorang dihina atau diperlakukan di luar batas kemanusiaan. Maka ia (atau keluarganya bila ia sendiri tidak mampu) harus menegakkan Siri’nya untuk mengembalikan harga diri yang telah dirampas sebelumnya. Jika tidak ia akan disebut mate siri (mati harkat dan martabatnya sebagai manusia). Masyarakat mengharapkan seseorang yang telah dibuat siri (masiri) mengambil tindakan karena dirasakan lebih baik mati mempertahankan harga diri (materi siri’na) daripada hidup tanpa harga diri (mate siri). Mati mempertahankan siri adalah mate rigolai, mate ri sangtangi atau menjalani kematian yang manis.
Tetapi kita harus mengerti bahwa siri itu tidak bersifat menentang saja tetapi juga merupakan perasaan halus dan suci… Seseorang yang tidak mendengrkan orangtuanya kurang siri’nya. Seorang yang suka mencuri, atau yang tidak beragama, atau tidak tahu sopan santun semua kurang siri’nya.
b. Siri’ Masiri’, yaitu pandangan hidup yang bermaksud untuk mempertahankan, meningkatkan atau mencapai suatu prestasi yang dilakukan dengan sekuat tenaga dan segala jerih payah demi siri itu sendiri, demi siri keluarga dan kelompok. Ada ungkapan Bugis “Narekko sompe’ko, aja’ muancaji ana’guru, ancaji Punggawako” (Kalau kamu pergi merantau janganlah menjadi anak buah, tapi berjuanglah untuk menjadi pemimpin).
3. TABE
Tabe (permisi) merupakan budaya yang sangat indah yang ditinggalkan oleh leluhur kita, yang mewariskan sopan santun yang tidak hanya melalui ucapan tetapi juga dengan gerak. Bagaimanapun itu, hal ini perlu tetap dijaga karena tidak hanya diperuntukkan kepada yang muda memperlakukan ke yang lebih tua, tetapi juga sebaliknya.
Wujud dari tabe adalah timbulnya sikap sipakatau, sipakainge dan sipakalebbi. Budaya tabe menunjukkan bahwa yang ditabe’ki dan men’tabe adalah sama-sama tau yang harus dipakalebbi.
Dalam tradisi ini, orang yang melakukan tabe selain harus mengucapkan kata tabe itu sendiri, juga harus membungkukkan badan sambil meluruskan tangan kanan ke bawah, bukan tangan kiri.
Melihat realita di masyarakat, sepertinya budaya tabe agak pudar terutama terjadi pada anak-anak remaja sekarang. Budaya tabe yang sudah mendarah daging dalam kebudayaan Bugis terkikis akibat pengaruh budaya elo-elo na orang barat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Tradisi filasafat orang bugis adalah dibangun dan dibentuk sesuai dengan latar belakang budaya orang Bugis yang mengajarkan tentang cara hidup serta pandangan hidup tentang moral dan etika yang pada akhirnya menjadi sumber inspirasi dan pedoman hidup dalam berbagai aspek kehidupan.
2. Pemmali dalam masyarakat Bugis merupakan nilai budaya yang penuh dengan muatan pendidikan. Pemmali umumnya memiliki makna yang berisi anjuran untuk berbuat baik. Baik itu perbuatan untuk kebaikan diri sendiri. Pemmali sangat kaya nilai luhur dalam pergaulan, etika, kepribadian, dan sopan santun.
3. Siri dalam masyarakat bugis adalah sebagai hal yang memberi identitas sosial dan martabat kepada seorang Bugis. Mate ri siri’na maknanya mati dalam siri atau mati untuk menegakkan martabat dalam diri, bagi orang Bugis yang dianggap sebagai suatu hal yang terpuji dan terhormat.
4. Tabe mengajarkan hal-hal yang berhubungan dengan akhlak sesama,. Tabe bermakna ramah, menghargai orang yang lebih tua serta menyayangi yang muda.
kak mau nanya sumber atau daftar pustakanya ada?
ReplyDelete