Welcome to my blog !!!

Welcome to my blog !!!

Blog ini membahas tentang keperawatan, kebidanan, serta hal - hal umum lainnya...

Senang sekali jika anda mau berbagi pendapat dengan saya disini... ^^

Wednesday 12 June 2013

KTI POST OP SECTIO CAESAREA


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. J
DENGAN POST OP SECTIO CAESAREA
DI RUANG PERAWATAN NIFAS
RSUD SYEKH YUSUF GOWA
TAHUN 2012







KARYA TULIS ILMIAH







ELVIRA NINGSI KIDING
NIM. 209.025







YAYASAN PERGURUAN PUTRA PERTIWI PUSAT MAKASSAR
AKPER PUTRA PERTIWI GOWA
2012





ABSTRAK

Asuhan keperawatan pada klien Ny. J dengan kasus “Post Op Sectio Caesareadi Ruang Perawatan Nifas RSUD SYEKH YUSUF GOWA dibimbing oleh Muh.Isnaini S.Kep,.Ns dan Syaharuddin S.Kep, 113 Halaman + xiv.
Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus. Sectio caesarea ini diperlukan jika persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan, dengan keadaan abnormalitas pada bayi, ibu yang memiliki kelainan plasenta, perdarahan hebat dan mencegah kematian janin Banyak faktor yang menyebabkan diambilnya tindakan sectio caesaria yaitu faktor ibu, faktor janin, factor jalan lahir, berdasarkan partograf, partus kasep dan kegagalan. Disamping itu, perhatian terhadap kualitas kehidupan dan pengembangan intelektual pada bayi telah memperluas indikasi post sectio caesaria. Menurut Who Health Organization (WHO) wanita yang meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan dengan 529.000 kematian permenitnya dan presentase operasi sectio caesarea lebih dari 10-15% pertahunnya. Who Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa rata-rata bedah sectio caesarea ada di antara 10% dan 15% dari seluruh kelahiran di negara-negara berkembang. Angka kematian ibu di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Jumlahnya mencapai 228 dari 100.000 kelahiran hidup, Ditinjau dari HDI, Indonesia menduduki ranking 109 dari 174 negara  jauh tertinggal dari Negara-negara ASEAN lainnya. Menurut data yang diperoleh dari Medical Record (Rekam Medis) di Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf Gowa pada tahun 2011 diperoleh jumlah kasus persalinan dengan Post Op SC sebanyak 89 kasus (3,28%) dari 2738 jumlah persalinan.
Adapun tujuan umum pada penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memperoleh gambaran umum tentang pelaksanaan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian hingga pendokumentasian pada klien Ny. ”J”  dengan Post Op Sectio Caesarea di Ruang Perawatan Nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa.
Menggunakan metode Penulisan yaitu waktu dan tempat pelaksanaan pengambilan kasus, studi kepustakaan, studi kasus, studi dokumentasi, Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi, pemeriksaan fisik.
Dalam menerapkan proses keperawatan khususnya pengkajian, analisa data dan perumusan diagnosa pada klien dengan Post Op Sectio Caesarea diperlukan kecermatan dan ketelitian serta diperlukan pendekatan interpersonal terhadap klien dan  keluarga agar dapat diperoleh hasil pengkajian dan penetapan diagnosa yang akurat berdasarkan keadaan klien dan dalam perencanaan perawatan pada klien Post Op Sectio Caesarea berorientasi pada kebutuhan bio psiko sosial spiritual berdasarkan data pengkajian sehingga tindakan menjadi lebih efisien dan efektif yang tidak selamanya harus mengikuti semua perencanaan berdasarkan teori merujuk pada kebutuhan pasien.

Kata kunci : Sectio Caesarea






DAFTAR RIWAYAT HIDUP

  1. IDENTITAS
1.      Nama                                 : Elvira Ningsi Kiding
2.      Tempat/Tanggal Lahir         : Parepare, 26 September 1991
3.      Jenis Kelamin                    : Perempuan
4.      Agama                               : Kristen Protestan
5.      Suku/Bangsa                     : Toraja/Indonesia
6.      Alamat                              : Jln. Jend. A. Yani
 
  1. RIWAYAT PENDIDIKAN
1.      SD             : Tahun 2003 tamat dari SD Katolik Parepare
2.      SLTP         : Tahun 2006 tamat dari SLTP Frater Parepare
3.      SMA         : Tahun 2009 tamat dari SMA Katolik Makale
4.      Mengikuti pendidikan di Akademi Keperawatan Putra Pertiwi Gowa (Tahun 2009 – 2012).




KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala nikmat dan karunia–Nya serta rahmat yang tiada henti – hentinya dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) walau hanya dalam untaian kata sederhana yang merupakan salah satu persyaratan penting dalam menyelesaikan pendidikan program DIII Keperawatan Akper Putra Pertiwi Gowa.
Ucapan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah jadi petunjuk jalan terang bagi seluruh umat manusia dan tidak ada manusia yang mampu menjadi petunjuk selain beliau.
Penyusunan karya tulis ini bermaksud untuk menguraikan secara singkat mengenai ASUHAN KEPERAWATAN PERSALINAN PATOLOGIS DENGAN POST SECTIO CAESAREA PADA NY. J DI RUANG PERAWATAN RSUD SYEKH YUSUF GOWA, pada tanggal 12 - 14 April 2012.
Walaupun dalam penyusunan karya tulis ini penulis banyak menemukan kesulitan, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan.
Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis senantiasa menghantarkan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada :
1.        Bapak H. Abd. Haris Machmud, S. Kp., M. Kes. selaku ketua yayasan Akper Putra Pertiwi Gowa yang telah banyak memberi nasehat, petunjuk dan bimbingan serta dorongan selama penulis mengikuti pendidikan di Akademi Keperawatan Putra Pertiwi Gowa.
2.        Bapak Muh. Isnaini, S. Kep., Ns. sebagai direktur Akper Putra Pertiwi Gowa yang telah banyak memberi motivasi dan arahan kepada penulis selama dalam pendidikan maupun dalam penyelesaian karya tulis ilmiah.
3.        Ireni Siampa, S. Kep., Ns sebagai pudir 1 Akper Putra Pertiwi Gowa yang telah banyak memberi motivasi dan arahan kepada penulis selama dalam pendidikan maupun dalam penyelesaian karya tulis ilmiah.
4.        Bapak Muh. Isnaini, S.Kep, Ns dan Syaharuddin, S.Kep selaku pembimbing dan penguji institusi yang telah banyak meluangkan waktunya, betulbetul telaten dengan penuh rasa tanggung jawab membimbing, memberi saran, masukan dan begitu banyak kritik yang amat membantu dalam menyelesaikan studi kasus.
5.        Bapak dan Ibu dosen beserta Staf kampus Akper Putra Pertiwi Gowa yang telah memberikan pengetahuan bimbingan serta petunjuk kepada penulis selama mengikuti pendidikan.
6.        Ibu Nurhana S.Kep.Ns.MARS, Martha Iskandar S.Kep.Ns.MARS, serta Ibu A. Muliana Sultani S.kep,Ns, terima kasih atas segala bimbingan, arahan serta dorongan kepada penulis selama mengikuti pendidikan
7.        Semua CI lahan di RSUD Syekh Yusuf Gowa yang telah memberikan bimbingan serta petunjuk selama penulis mengikuti praktek.
8.        Pihak RSUD Syekh Yusuf Gowa yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis, serta waktu dan tempat untuk memperoleh data dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
9.        Kedua Orang Tua ayahanda dan ibunda yang tercinta yang dengan penuh kesabaran dan kasih sayang telah mengasuh, mendidik, memberikan dorongan baik moril maupun materil dan semangat serta doa yang tulus agar penulis dapat menjadi lebih baik sehingga dapat mengikuti pendidikan sampai penyusunan Karya Tulis ini.
10.    Semua keluarga tercinta yang senantiasa memberikan do’a dan restunya serta dorongan baik secara moril maupun materil selama penulis mengikuti pendidikan sampai selesai.
11.    Terkhusus buat ketiga kakakku tercinta yang senantiasa memberikan doa dan restunya serta dorongan baik secara moril maupun materil selama penulis mengikuti pendidikan sampai selesai.
12.    Klien Ny. J beserta keluarga yang telah memberi informasi selama penulis melaksanakan asuhan keperawatan.
13.    Terspesial dan tercinta untuk seseorang (Azwar) yang telah mendampingi saya dan senantiasa memberikan motivasi serta dorongan baik secara moril maupun materil sehingga dapat menyelesaikan pendidikan dan penyusunan KTI ini.
14.    Buat teman – teman seperjuangan dari Parepare yang selalu memberi semangat dan motivasinya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ini.
15.    Rekan – rekan mahasiswa dan mahasiswi Akper Putra Pertiwi Gowa angkatan V yang telah membantu baik secara material maupun moril kepada penulis sehingga KTI ini dapat terselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan.
Tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Tidak dapat dipungkiri bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharap saran dan kritikan yang bersifat membangun.
Semoga KTI ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan tenaga perawat, khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan Post Op Sectio Caesarea. Akhir kata semoga karya tulis ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan sikap dan motivasi bagi tenaga keperawatan.

Sungguminasa, 17 Oktober  2012 
                                                                      
                                    
                                   Penulis, 
                                                                                                                       Elvira Ningsi Kiding




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kesejahteraan suatu bangsa salah satu indikatornya adalah angka kematian maternal dan angka kematian neonatal. Disamping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survei dan penelitian.
Seorang bayi dalam kandungan membutuhkan waktu sembilan bulan untuk pertumbuhan dan hanya dibutuhkan beberapa jam untuk melahirkannya ke dunia. Namun begitu, beberapa jam inilah yang paling memenuhi pikiran para ibu hamil (Murkoff, 2006).
Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus. Banyak faktor yang menyebabkan diambilnya tindakan sectio caesaria yaitu faktor ibu, faktor janin, factor jalan lahir, berdasarkan partograf, partus kasep dan kegagalan. Angka sectio caesarea terus meningkat dari insidensi 3–4% 15 tahun yang lampau sampai insidensi 10–15% sekarang ini. Angka terakhir mungkin bisa diterima dan benar. Bukan saja pembedahan menjadi lebih aman bagi ibu, tetapi juga anak ataupun keduanya juga menjadi lebih aman. Disamping itu, perhatian terhadap kualitas kehidupan dan pengembangan intelektual pada bayi telah memperluas indikasi post sectio caesaria (Oxorn, 2010)
Tingkat kesakitan menurun setelah diperkenalkanya jahitan rahim, tetapi tingkat kematian akibat infeksi tetap tinggi. Dalam ”Journal of the American Medical Associstion” menyataka bahwa wanita yang menjalani ”bedah cesar” banyak yang meninggal akibat ”shock” atau perdarahan karena menjahit rahim memiliki resiko infeksi (Kaufmann, 2009).
Sectio caesarea ini diperlukan jika persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan, dengan keadaan abnormalitas pada bayi, ibu yang memiliki kelainan plasenta, perdarahan hebat dan mencegah kematian janin (Liu, 2008).  
Di Negara Inggris ditemukan bahwa 45 % ibu yang pernah menjalani ”operasi cesar” melahirkan  secara alamiah dengan aman dalam kehamilan selanjutnya, dan hasil yang sama dicapai di Australia dan Malaysia (Lewellyn, 2009).
Menurut Who Health Organization (WHO) wanita yang meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan dengan 529.000 kematian permenitnya dan presentase operasi sectio caesarea lebih dari 10-15% pertahunnya. Who Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa rata-rata bedah sectio caesarea ada di antara 10% dan 15% dari seluruh kelahiran di negara-negara berkembang. (http://dc372.4shared.com/doc/x-jweDfl/preview.html)
Angka kematian ibu di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Jumlahnya mencapai 228 dari 100.000 kelahiran hidup, Ditinjau dari HDI, Indonesia menduduki ranking 109 dari 174 negara  jauh tertinggal dari Negara-negara ASEAN lainnya. Ranking ini relatif tak beranjak, bahkan cenderung lebih buruk. Sementara itu, AKI dan AKA Indonesia juga menduduki urutan yang tak dapat dibanggakan.Data menunjukkan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 461 per 100.000 kelahiran hidup, dan juga Angka Kematian Balita (AKB) yaitu 42 per 1.000 kelahiran hidup.
AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Menurut World Health Organization (WHO), 81% AKI akibat komplikasi selama hamil dan bersalin, dan 25% selama masa post partum
Berdasarkan Profil Kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2009, jumlah kematian ibu maternal tahun 2006 sebanyak 133 orang atau 101,56 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2007 sebanyak 143 kematian atau 92,89 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk tahun 2008, jumlah kematian ibu maternal mengalami penurunan menjadi 121 orang atau 85,17 per 100.000 kelahiran hidup.
Data yang diperoleh dari Medical Record (Rekam Medis) di Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf Gowa pada tahun 2011 diperoleh jumlah kasus persalinan dengan post op SC sebanyak 89 kasus (3,28%) dari 2738 jumlah persalinan. (Medical Record RSUD Syekh Yusuf Gowa)
Menurut Harni Koesno Angka Kematian Ibu (AKI), mencapai jumlah 307/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB), mencapai jumlah 35/100.000 kelahiran hidup. Data IBI menyebutkan penyebab AKI, diantaranya, perdarahan sebanyak 30% dari total kasus kematian, eklamsi 25%, infeksi 12%, abortus 5%, partus lama 5%, emboli 3%, komplikasi masa nifas 8%, dan penyebab-penyebab lainnya 12% (Mustika, 2007).
Menteri kesehatan mengatakan guna menurunkan (AKI) menjadi 226/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2009 Departemen Kesehatan telah menyiapkan 4 strategi pokok. Pergerakan dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan, mendekatkan akses keluarga miskin yang rentan terhadap layanan kesehatan berkualitas, meningkatkan surveilans dan meningkatkan pembedayaan kesehatan
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik meneliti tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. ”J”  dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang Perawatan Nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa”.
     
B.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan pada karya tulis ilmiah ini adalah terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus
1.      Tujuan Umum
Adapun tujuan umum pada penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memperoleh gambaran umum tentang pelaksanaan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian hingga pendokumentasian pada klien Ny. ”J”  dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang Perawatan Nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa.
2.      Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pada penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk :
a.       Memperoleh pengalaman nyata dalam pengkajian, analisa data yang terjadi Pada Klien Ny. ”J”  dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang Perawatan Nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa”.
b.      Memperoleh pengalaman nyata dalam menetapkan diagnosa keperawatan yang terjadi pada Ny. ”J”  dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang Perawatan Nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa”.
c.       Memperoleh pengalaman nyata dalam menetapkan perencanaan keperawatan yang terjadi pada Ny. ”J”  dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang Perawatan Nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa”.
d.      Memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan rencana tindakan keperawatan yang terjadi pada Ny. ”J”  dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang Perawatan Nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa”.
e.       Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi asuhan keperawatan yang terjadi pada Ny. ”J”  dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang Perawatan Nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa”.
f.       Memperoleh pengalaman nyata dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan yang terjadi pada Ny. ”J”  dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang Perawatan Nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa”.

C.    Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan pada karya tulis ilmiah ini adalah untuk :
1.      Institusi Pendidikan
a.       Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi institusi dalam meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan datang.
b.      Sebagai bahan bacaan di perpustakaan.
c.       Sebagai sumber informasi bagi peneliti selanjutnya.
2.      Rumah Sakit
a.       Dapat memberikan masukan bagi rumah sakit untuk mengambil langkah – langkah kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terutama yang berhubungan dengan asuhan keperawatan post op Sectio Caesarea
b.      Dapat menjadi masukan bagi rumah sakit dalam meningkatkan kualitas asuhan keperawatan khususnya bagi klien post op Sectio Caesarea.
3.      Klien dan Keluarga
Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman klien dan keluarganya mengenai Sectio Caesarea , perawatan dan pengobatan post op SC.
4.      Tenaga Keperawatan
Sebagai acuan dan referensi perawat dalam asuhan keperawatan dan menambah pengalaman kerja serta pengetahuan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan di masa mendatang. 
5.      Penulis
a.       Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam memberi asuhan keperawatan serta mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama di bangku kuliah.
b.      Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program diploma III keperawatan pada Akademi Keperawatan Putra Pertiwi Gowa.

D.    Metode dan Teknik Penulisan
1.      Waktu dan tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan pengambilan kasus karya tulis ilmiah ini dimulai sejak tanggal 12 – 14 Juli 2012 di Ruang Perawatan Nifas Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf Gowa.
2.      Studi kepustakaan
Penulis membaca buku-buku kepustakaan dan kumpulan kuliah yang berkaitan dengan karya tulis ini
3.      Studi kasus
Untuk studi kasus, pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan komprehensif yang meliputi : pengkajian data, analisa data, perencanaan data, implementasi dan evaluasi untuk menghimpun data yang diperlukan.
4.      Studi dokumentasi
Pemeriksaan hasil diagnostik dilakukan dengan membaca dan mempelajari catatan medik yang berhubungan dengan klien, baik yang bersumber dari catatan maupun dari sumber-sumber yang menunjang.
5.      Teknik Pengumpulan data
a.       Wawancara
Mengadakan tanya jawab langsung untuk memperoleh data riwayat kesehatan yang akurat dengan klien, keluarga, perawat dan pihak lain yang dapat memberikan data dan informasi yang dibutuhkan.
b.      Observasi
Observasi terdiri dari pengamatan langsung dan tidak langsung pada klien dengan mengikuti perkembangan selama pelaksanaan asuhan keperawatan.
c.       Observasi secara langsung (pemeriksaan fisik)
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mendapatkan data obyektif sesuai dengan kebutuhan pengkajian kasus dengan menggunakan teknik pemeriksaan organ sistem yang terdiri dari 4 teknik  diantaranya:
1)      Inspeksi
Inspeksi yaitu memperoleh data dengan secara langsung untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik.
2)      Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menggunakan sentuhan atau rabaan untuk mendeteksi ciri-ciri jaringan.
3)      Perkusi
Perkusi adalah metode pemeriksaan untuk menentukan batas-batas organ atau bagian tubuh dengan cara merasakan vibrasi yang ditimbulkan akibat adanya gerakan yang diberikan ke bawah jaringan, dengan perkusi kita dapat membedakan apa yang ada di bawah jaringan (udara, air, atau zat padat).
4)      Auskultasi
Auskultasi merupakan metode pengkajian yang menggunakan stetoskop untuk memperjelas pendengaran (bunyi jantung, paru-paru, bunyi usus serta mengukur tekanan darah dan denyut nadi).

6.      Sistematika Penulisan
Pada bagian ini diuraikan sistematika penulisan laporan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan yang terdiri dari Bab I sampai Bab V. Setiap Bab dilaksanakan dengan singkat dan bentuk penyajian yaitu :
Bab I         :  Pendahuluan
Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.
Bab II        :  Tinjauan Pustaka
Mencakup konsep dasar medik yang berisi pengertian atau definisi, indikasi, tipe – tipe sectio caesarea, patofisiologi, komplikasi, prognosis, pemeriksaan diagnostik, perawatan post operasi sectio caesarea dan penatalaksanaan.
Konsep dasar keperawatan yang berisi pengkajian, penyimpangan KDM, diagnosa, intervensi, implementasi.
Bab III      :  Tinjauan Kasus
Merupakan laporan kasus yang berisi pengkajian, pengumpulan data, klasifikasi data dan analisa data, prioritas masalah diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan, evaluasi keperawatan dan catatan perkembangan.
Bab IV      :  Pembahasan
Dalam bab ini membahas tentang kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dibahas secara sistematik mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Bab V        :  Penutup
                  Pada bab ini berisi kesimpulan tentang hasil penelitian terhadap kasus yang diangkat serta saran-saran yang merupakan alternatif pencapaian tujuan.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Konsep Dasar Medis

1.      Pengertian
a.      Sectio Caesarea
1)      Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus. (Harry Oxorn & William R. Forte : hal 634).
2)      Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan melalui sayatan dinding perut (abdomen) dan dinding rahim (uterus). (Asuhan keperawatan post operasi,  hal 42).
3)      Sectio caesarea adalah tindakan untuk melahirkan bayi melalui pembedahan abdomen dan dinding uterus (dr. Taufan Nugroho : hal 24).
4)      Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat di atas 500 gram. (Mitayani : hal 111).
5)      Dari beberapa pengertian di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat di atas 500 gram.
b.      Masa Nifas
1)      Masa nifas adalah masa waktu antara kelahiran plasenta dan membran yang menandai berakhirnya periode intrapartum sampai waktu menuju kembalinya system reproduksi wanita tersebut ke kondisi tidak hamil (Anggraini, Yetti : hal 2)
2)      Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira – kira 6 minggu (Anggraini, Yetti : hal 3)
3)      Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra-hamil. (Wulandari, Diah : hal 1)

2.      Indikasi
Indikasi sectio caesarea bisa indikasi absolute atau relative. Setiap keadaan yang membuat kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi absolute untuk sectio abdominal. Diantaranya adalah kesempitan panggul yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi relative, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat sectio caesarea akan lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya.
a.       Indikasi ibu
1)      Panggul sempit dan dystocia mekanis
a)      Disproporsi fetopelvik
Disproporsi fetopelvik mencakup panggul sempit (contracted pelvis), fetus yang tumbuhnya terlampau besar, atau adanya ketidak-imbangan relative antara ukuran bayi dan ukuran pelvis. Yang ikut menimbulkan masalah disproporsi adalah bentuk pelvis, presentasi fetus serta kemampuannya untuk moulage dan masuk panggul, kemampuan berdilatasi pada cervix, dan keefektifan kontraksi uterus
b)      Malposisi dan malpresentasi
Abnormalitas ini dapat menyebabkan perlunya sectio caesarea pada bayi yang dalam posisi normal dapat dilahirkan pervaginam. Bagian terbesar dari peningkatan insidensi sectio caesarea dalam kelompok ini berkaitan dengan presentasi bokong. Barangkali sepertiga dari presentasi bokong harus dilahirkan lewat abdomen. Bukan saja akibat langsung kelahiran vaginal terhadap janin lebih buruk pada presentasi bokong disbanding pada presentasi kepala, tetapi juga terbukti adanya pengaruh jangka panjang sekalipun kelahiran tersebut tanpa abnormalitas. Ada perkiraan bahwa persalinan kaki dan bokong bayi premature yang viable paling baik dilakukan melalui sectio caesarea
c)      Disfungsi uterus
Disfungsi uterus mencakup kerja uterus yang tidak terkoordinasikan, inertia, cincin konstriksi dan ketidakmampuan dilatasi cervix. Partus menjadi lama dan kemajuannya mungkin terhenti sama sekali. Keadaan ini sering disertai disproporsi dan malpresentasi.
d)     Distosia jaringan lunak
Distosia jaringan lunak (soft tissue dystocia) dapat menghalangi atau mempersulit kelahiran yang normal. Ini mencakup keadaan seperti cicatrix pada saluran genitalia, kekakuan cervix akibat cedera atau pembedahan, dan atresia atau stenosis vagina. Kelahiran vaginal yang dipaksa akan mengakibatkan laserasi yang luas dan perdarahan
e)      Neoplasma
Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan normal tidak mungkin terlaksana. Kanker invasive cervix yang didiagnosis pada trimester ketiga kehamilan dapat diatasi dengan sectio caesarea yang dilanjutkan dengan terapi radiasi, pembedahan radikal ataupun keduanya
f)       Persalinan yang tidak dapat maju
Dalam kelompok ini termasuk keadaan – keadaan seperti disproporsi cephalopelvik, kontraksi uterus yang tidak efektif, pelvis yang jelek, bayi yang besar dan defleksi kepala bayi. Sering diagnosis tepat tidak dapat dibuat dan pada setiap kasus merupakan diagnosis akademik. Keputusan ke arah sectio caesarea dibuat berdasarkan kegagalan persalinan untuk mencapai dilatasi cervix dan atau turunnya fetus, tanpa mempertimbangkan etiologinya.
2)      Pembedahan sebelumnya pada uterus
a)      Sectio caesarea
Pada sebagian besar Negara ada kebiasaan yang dipraktekkan akhir – akhir ini, yaitu setelah prosedur pembedahan caesarea dikerjakan, maka semua kehamilan yang mendatang harus diakhiri dengan cara yang sama. Bahaya rupture lewat tempat insisi sebelumnya dirasakan terlalu besar. Akan tetapi, pada kondisi tertentu ternyata bisa dilakukan trial of labor dengan kemungkinan persalinan lewat vagina. Kalau upaya ini berhasil, baik morbiditas maternal maupun lamanya rawat tinggal akan berkurang.
b)      Histerotomi
Kehamilan dalam uterus akan disertai bahaya rupture uteri bila kehamilan sebelumnya diakhiri dengan histerotomi. Resikonya sama seperti resiko sectio caesarea klasik. Histerotomi kalau mungkin harus dihindari dengan pertimbangan bahwa kehamilan berikutnya akan mengharuskan sectio caesarea.
3)      Pendarahan
a)      Placenta previa
Sectio caesarea untuk placenta previa centralis dan lateralis telah menurunkan mortalitas fetal dan maternal. Keputusan akhir diambil melalui pemeriksaan vaginal dalam kamar operasi dengan menggunakan double setup. Darah sudah tersedia dan sudah dicocokkan (cross-matching). Team dokter bedah harus sudah siap sedia. Jika pada pemeriksaan vaginal ditemukan placenta previa centralis atau partialis, sectio caesarea segera dikerjakan.
b)      Abruptio placentae
Abruptio placentae yang terjadi sebelum atau selama persalinan awal dapat diatasi dengan pemecahan ketuban dan pemberian tetesan oxytocin. Kalau perdarahannya hebat, cervix mengeras dan menutup atau kalau ada kecurigaan apoplexia uteroplacental, maka diperlukan sectio caesarea untuk menyelamatkan bayi, mengendalikan perdarahan, mencegah afibrinogenemia dan untuk mengamati keadaan uterus serta kemampuannya berkontraksi dan mengendalikan perdarahan. Pada sebagian kasus diperlukan tindakan histeroktomi.
4)      Toxemia gravidarum
Toxemia gravidarum dapat menyebabkan pengakhiran kehamilan sebelum waktunya. Pada sebagian besar kasus, pilihan metodenya adalah induksi persalinan. Kalau cervix belum matang dan induksi sukar terlaksana, sebaiknya dikerjakan sectio caesarea.
5)      Lain – lain
a)      Primigraviditas usia lanjut
Primigraviditas usia lanjut sulit didefinisikan. Sementara umur bervariasi dari 35 hingga 40 tahun, factor – factor lain juga sama pentingnya. Factor – factor ini mencakup ada tidaknya segmen bawah uterus yang baik, kelenturan atau kekakuan cervix dan jaringan lunak jalan lahir, kemudahan menjadi hamil, jumlah abortus, presentasi anak dan koordinasi kekuatan his. Kalau semua hal ini menguntungkan, kelahiran per vaginam harus dipertimbangkan. Kalau factor – factor yang merugikan terdapat, maka sectio caesarea merupakan prosedur yang lebih aman dan lebih bijaksana.
b)      Bekas jahitan pada vagina
Dikerjakan sectio caesarea efektif kalau ada kekhawatiran bahwa kelahiran lewat vagina yang pernah dijahit akan menimbulkan cystocele, rectocele dan prolapsus uteri
c)      Anomali uteri congenital
Bukan saja uterus yang abnormal itu fungsinya jelek, tetapi juga pada kasus anomali seperti uterus bicornuata, salah satu ujungnya dapat merintangi jalannya bayi dari ujung yang lain. Pada keadaan seperti ini harus dikerjakan section caesarea.
d)     Riwayat obstetric yang jelek
Kalau kelahiran sebelumnya berlangsung dengan sukar dan menimbulkan cedera luas pada cervix, vagina serta perineum, atau kalau bayinya pernah cedera, maka dipilih sectio caesarea bagi kelahiran berikutnya
e)      Forceps yang gagal
Forceps yang gagal merupakan indikasi dilakukannya sectio caesarea. Lebih bijaksana bila beralih ke kelahiran per abdominam daripada menarik bayi lewat panggul dengan paksa.
b.      Indikasi fetal
1)      Gawat janin
Gawat janin, yang ditunjukkan dengan adanya bradycardia berat, irregularitas denyut jantung anak atau adanya pola deselerasi yang terlambat, kadang – kadang menyebabkan perlunya sectio caesarea darurat.
2)      Cacat atau kematian janin sebelumnya
Khususnya pada ibu – ibu yang pernah melahirkan bayi yang cacat atau mati dilakukan sectio caesarea efektif
3)      Prolapsus funiculus umbilicalis
Prolapsus funiculus umbilicalis dengan cervix yang tidak berdilatasi sebaiknya diatasi dengan sectio caesarea, asalkan bayinya berada dalam keadaan baik.
4)      Insufisiensi plasenta
Pada kasus retardasi pertumbuhan intrauterine atau kehamilan post mature dengan pemeriksaan klinis dan berbagai test menunjukkan bahwa bayi dalam keadaan bahaya, maka kelahiran harus dilaksanakan. Jika induksi tidak mungkin terlaksana atau mengalami kegagalan, sectio caesarea menjadi indikasi. Dengan meningkatnya kemampuan dokter – dokter anak untuk menyelamatkan bayi – bayi yang kecil dan kalau memang diperlukan, sectio caesarea dapat memberikan kesempatan hidup dan kesempatan untuk berkembang secara normal kepada bayi – bayi ini.
5)      Diabetes maternal
Fetus dari ibu diabetic cenderung lebih besar daripada bayi normal ; keadaan ini bisa mengakibatkan kesulitan persalinan dan kelahiran. Meskipun bayi – bayi ini berukuran besar, namun perilakunya menyerupai bayi premature dan tidak bisa bertahan dengan baik terhadap beban persalinan lama. Kematian selama persalinan dan pascalahir sering terjadi. Disamping itu, sejumlah bayi meninggal dalam kandungan sebelum maturitasnya tercapai. Karena adanya bahaya terhadap keselamatan fetus ini dan karena proporsi timbulnya toxemia yang tinggi pada ibu hamil yang menderita diabetes, maka kehamilan perlu diakhiri sebelum waktunya. Jika keadaannya menguntungkan dan persalinan diperkirakan berlangsung mudah serta cepat, maka dapat dilakukan induksi persalinan. Akan tetapi pada primigravida dan multipara dengan cervix yang panjang dan tertutup atau dengan riwayat obstetric yang jelek, sectio caesarea adalah metode yang dipilih.
6)      Inkompatibilitas rhesus
Kalau janin mengalami cacat berat akibat antibody dari ibu Rh-negatif yang menjadi peka dan kalau induksi serta persalinan per vaginam sukar terlaksana, maka kehamilan dapat diakhiri dengan sectio caesarea bagi kasus – kasus yang terpilih demi keselamatan janin
7)      Postmortem caesarean
Kadang – kadang bayi masih hidup bilamana sectio caesarea segera dikerjakan pada ibu hamil yang baru saja meninggal dunia.
8)      Infeksi virus herpes pada traktus genitalis
Virus herpes menyebabkan infeksi serius yang sering fatal pada bayi baru lahir. Kalau dalam jalan lahir terdapat virus herpes pada saat kelahiran, maka sedikitnya 50% dari bayi – bayi yang lahir akan terinfeksi dan separuh diantaranya akan cacat berat, bila tidak meninggal, akibat infeksi herpetic ini. Bahaya terbesar timbul kalau infeksi primer genital terjadi 2 hingga 4 minggu sebelum kelahiran. Transmisi lewat placenta tidak begitu penting bila dibandingkan dengan kontak langsung selama persalinan dan kelahiran. Pada kontak langsung, kontaminasi terjadi pada mata, kulit, kulit kepala, tali pusat  dan traktus respiratorius atas dari bayi yang dilahirkan. ( Harry Oxorn & William R. Forte : hal 634 )
Kontra indikasi sectio caesarea pada umumnya sectio caesarea tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat sebelum diatasi, kelainan congenital berat ( Sugeng Jitowiyono : hal 43 )

3.      Tipe – tipe sectio caesarea
a.       Sectio caesarea abdominalis
1)      Sectio caesarea transperitonealis yang terdiri dari :
a)      Sectio caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri
b)      Sectio caesaria ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim
c)      Sectio caesaria ekstraperitonialis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka cavum abdomimal.
b.      Sectio caesarea vaginalis
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1)      Sayatan memanjang ( longitudinal ) menurut Kronig
2)      Sayatan melintang ( Transversal ) menurut Kerr
3)      Sayatan huruf T ( T-insicion ). ( Sugeng Jitowiyono : hal 43 )

4.      Patofisiologi
Anatomi fungsional yang dibahas pada kasus post operasi sectio caesarea terdiri dari anatomi dinding perut dan otot dasar panggul.
a.       Anatomi dinding perut
Dinding perut dibentuk oleh otot-otot perut dimana disebelah atas dibatasi oleh angulus infrasternalis dan di sebelah bawah dibatasi oleh krista iliaka, sulkus pubikus dan sulkus inguinalis.
Otot-otot dinding perut tersebut terdiri dari otot-otot dinding perut bagian depan, bagian lateral dan bagian belakang.
1)      Otot rectus abdominis
Terletak pada permukaan abdomen menutupi linea alba, bagian depan tertutup vagina dan bagian belakang terletak di atas kartilago kostalis 6-8. origo pada permukaan anterior kartilago kostalis 5-7, prosesus xyphoideus dan ligamen xyphoideum. Serabut menuju tuberkulum pubikum dan simpisis ossis pubis. Insertio pada ramus inferior ossis pubis. Fungsi dari otot ini untuk flexi trunk, mengangkat pelvis.
2)      Otot piramidalis
Terletak di bagian tengah di atas simpisis ossis pubis, di depan otot rectus abdominis. Origo pada bagian anterior ramus superior ossis pubis dan simpisis ossis pubis. Insertio terletak pada linea alba. Fungsinya untuk meregangkan linea alba.
3)      Otot transversus abdominis
Otot ini berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina musculi recti abdominis. Origo pada permukaan kartilago kostalis 7-12. insertio pada fascia lumbo dorsalis, labium internum Krista iliaka, 2/3 lateral ligamen inguinale. Berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina muskuli recti abdominis. Fungsi dari otot ini menekan perut, menegangkan dan menarik dinding perut.
4)      Otot obligus eksternus abdominis
Letaknya yaitu pada bagian lateral abdomen tepatnya di sebelah inferior thoraks. Origonya yaitu pada permukaan luas kosta 5-12 dan insertionya pada vagina musculi recti abdominis. Fungsi dari otot ini adalah rotasi thoraks ke sisi yang berlawanan.
5)      Otot obligus internus abdominis
Otot ini terletak pada anterior dan lateral abdomen, dan tertutup oleh otot obligus eksternus abdominis. Origo terletak pada permukaan posterior fascia lumbodorsalis, linea intermedia krista iliaka, 2/3 ligamen inguinale insertio pada kartilago kostalis 8-10 untuk serabut ke arah supero medial. Fungsi dari otot ini untuk rotasi thoraks ke sisi yang sama.
b.      Otot dasar panggul
Otot dasar panggul terdiri dari diagfragma pelvis dan diagfragma urogenital. Diagfragma pelvis adalah otot dasar panggul bagian dalam yang terdiri dari otot levator ani, otot pubokoksigeus, iliokoksigeus, dan ischiokoksigeus. Sedangkan diafragma urogenetik dibentuk oleh aponeurosis otot transverses perinea profunda dan mabdor spincter ani eksternus. Fungsi dari otot-otot tersebut adalah levator ani untuk menahan rectum dan vagina turun ke bawah, otot spincter ani eksternus diperkuat oleh otot mabdor ani untuk menutup anus dan otot pubokavernosus untuk mengecilkan introitus vagina.
c.       Patologi
Pada operasi sectio caesarea transperitonial ini terjadi, perlukaan baik pada dinding abdomen (kulit dan otot perut) dan pada dinding uterus. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan dari luka operasi antara lain adalah suplay darah, infeksi dan iritasi. Dengan adanya supply darah yang baik akan berpengaruh terhadap kecepatan proses penyembuhan. Perjalanan proses penyembuhan sebagai berikut :
1)      sewaktu incisi (kulit diiris), maka beberapa sel epitel, sel dermis dan jaringan kulit akan mati. Ruang incisi akan diisi oleh gumpalan darah dalam 24 jam pertama akan mengalami reaksi radang mendadak,
2)      dalam 2-3 hari kemudian, exudat akan mengalami resolusif proliferasi (pelipatgandaan) fibroblast mulai terjadi,
3)      pada hari ke-3-4 gumpalan darah mengalami organisasi,
4)      pada hari ke 5 tensile strength (kekuatan untuk mencegah terbuka kembali luka) mulai timbul, yang dapat mencegah terjadi dehiscence (merekah) luka,
5)      pada hari ke-7-8, epitelisasi terjadi dan luka akan sembuh. Kecepatan epitelisasi adalah 0,5 mm per hari, berjalan dari tepi luka ke arah tengah atau terjadi dari sisa-sisa epitel dalam dermis,
6)      Pada hari ke 14-15, tensile strength hanya 1/5 maksimum,
7)      tensile strength mencapai maksimum dalam 6 minggu. Untuk itu pada seseorang dengan riwayat SC dianjurkan untuk tidak hamil pada satu tahun pertama setelah operasi
d.      Fisiologi nifas
Perubahan yang terjadi selama masa nifas post sectio caesarea antara lain :
1)      Uterus, setelah plasenta dilahirkan, uterus merupakan alat yang keras karena kontraksi dan reaksi otot-ototnya. Fundus uteri ±3 jari di bawah pusat. Ukuran uterus mulai dua hari berikutnya, akan mengecil hingga hari kesepuluh tidak teraba dari luar. Invulsi uterus terjadi karena masing-masing sel menjadi kecil, yang disebabkan oleh proses antitoksis dimana zat protein dinding pecah, diabsorbsi dan dibuang melalui air seni. Sedangkan pada endomentrium menjadi luka dengan permukaan kasar, tidak rata kira-kira sebesar telapak tangan. Luka ini akan mengecil hingga sembuh dengan pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka, mulai dari pinggir dan dasar luka
2)      pembuluh darah uterus yang saat hamil dan membesar akan mengecil kembali karena tidak dipergunakan lagi
3)      dinding perut melonggar dan elastisitasnya berkurang akibat peregangan dalam waktu lama
e.       Tahapan dalam masa nifas
1)      Peurperium dini (immediate puerperium) : waktu 0 – 24 jam post partum. Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan – jalan.
2)      Peurperium intermedial (early puerperium) : waktu 1 – 7 hari post partum. Kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu
3)      Remote peurperium (later puerperium) : waktu 1 – 6 minggu post partum. Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil dan waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu – minggu, bulanan atau tahunan. (Yetti Anggraini : hal 3 – 4)

5.      Komplikasi
Komplikasi yang bisa timbul pada sectio caesarea adalah sebagai berikut :
a.       Pada ibu
1)      Infeksi puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dsb
2)      Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang – cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri
3)      Komplikasi – komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru – paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi
4)      Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi rupture uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.
b.      Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesarea berkisar antara 4 – 7 %. (Sugeng Jitowiyono : hal 44)

6.      Prognosis
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun.
Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga – tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000.
Nasib janin yang ditolong secara sectio caesaria sangat tergantung dari keadaan janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari negara – negara dengan pengawasan antenatal yang baik dari fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4 – 7 %. (Sugeng Jitowiyono,dkk : hal 44)

6.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Hitung darah lengkap, golongan darah (ABO) dan percocokan silang, serta tes coombs
b.      Urinalisis : menentukan kadar albumin / glukosa
c.       Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II
d.      Pelvimetri : menentukan CPD
e.       Amniosentesis : mengkaji maturitas paru janin
f.       Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menentukan pertumbuhan, kedudukan, dan presentasi janin
g.      Tes stres kontraksi atau tes non stres : mengkaji respon janin terhadap gerakan / stres dari pola kontraksi uterus / pola abnormal
h.      Pemantauan elektronik kontinu : memastikan status janin/aktivitas uterus ( Mitayani : hal 113 )

7.      Perawatan Post Operasi Sectio Caesarea
a.       Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh rata – rata dapat disuntik 75 mg Meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikkan dengan cara serupa 10 mg morfin
1)      Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan adalah 50 mg.
2)      Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg Meperidin
3)      Obat – obatan antiemetic, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan bersama – sama dengan pemberian preparat narkotik
b.      Tanda – tanda vital
Tanda – tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi, jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa
c.       Terapi cairan dan diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian, jika output urine jauh di bawah 30 ml/jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua
d.      Vesika urinarius dan usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga.
e.       Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang – kurang 2 kali pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.
f.       Perawatan luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternative ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
g.      Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia
h.      Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri
i.        Memulangkan pasien dari rumah sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari keempat dan kelima post operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain. (Sugeng Jitowiyono : hal 75 – 76)

8.      Penatalaksanaan
a.       Penatalaksanaan Keperawatan
Buat instruksi perawatan yang meliputi :
1)      Perawatan pasca operasi
2)      Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas
3)      Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
4)      Berikan infuse dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan pada pemantauan EKG dan JDL dengan diferensial
b.      Penatalaksanaan Medis
1)      Cairan IV sesuai indikasi
2)      Anestesia; regional atau general
3)      Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria.
4)      Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
5)      Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
6)      Tanda vital per protokol ruangan pemulihan
7)      Persiapan kulit pembedahan abdomen
8)      Persetujuan ditandatangani.
9)      Pemasangan kateter foley
(Sugeng Jitowiyono : hal 45 – 46)

B.     Konsep Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Sirkulasi
1)      Hipertensi
2)      terdapat perdarahan vagina
b.      Integritas Ego
1)      Dapat menunjukan prosedur  yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.
c.       Makanan/Cairan
1)      Nyeri epigastrik, gangguan penglihatan, dan edema sebagai tanda – tanda hipertensi karena kehamilan (HKK).
d.      Nyeri/Ketidaknyamanan
1)      Distosia
2)      persalianan lama/disfungsional, kegagalan induksi
3)      Terdapat nyeri tekan uterus
e.       Keamanan
1)      Penyakit hubungan seksual aktif (misalnya herpes)
2)      Prolaps tali pusat, distress janin
3)      Ancaman kelahiran janin yang premature.
4)      Presentasi bokong dengan versi sefalik eksternal yang tidak berhasil.
5)      Ketuban pecah selama 24 jam atau lebih lama.
6)      Adanya komplikasi dari ibu seperti HKK, diabetes, Penyakit ginjal   atau jantung, serta infeksi asendens
f.       Seksualitas
1)      Disproporsi sefalopelvik (CPD).
2)      Kehamilan multiple atau gestasi (uterus sangat distensi)
3)      Melahirkan secara bedah uterus atau serviks sebelumnya
4)      Tumor/neoplasma yang menghambat pelvis/jalan lahir.
g.      Penyuluhan/Pembelajaran
1)      Kelahiran caesarea yang tidak direncanakan, dapat memengaruhi kesiapan dan pemahaman ibu terhadap prosedur

2.      Diagnosa Keperawatan
1)      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi/peningkatan anggota keluarga, krisis situasi.
2)      Ketidaknyamanan : Nyeri (Akut) berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek anastesia, efek-efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
3)      Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi/kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi.
4)      Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
5)      Resiko Cedera. Faktor resiko dapat meliputi fungsi biokimia atau regulasi (mis., hipotensi ortostatik, adanya HKK atau eklampsia), efek-efek anestesia, tromboemboli, profil darah abnormal (anemia/kehilangan darah berlebihan, sensitivitas terhadap rubella, inkompatibilitas Rh), trauma jaringan
6)      Resiko infeksi. Faktor resiko dapat meliputi trauma jaringan/kulit rusak, penurunan Hb, prosedur invasif dan/atau peningkatan pemajanan lingkungan, pecah ketuban lama, mainutrisi.
7)      Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti, kelebihan analgesik atau anestesi, efek-efek progesterone, dehidrasi, diare prapersalinan, kurang masukan, nyeri parineal/rektal.
8)      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.
9)      Perubahan Eleminasi urin berhubungan dengan trauma/diversi mekanis, efek-efek hormonal (perpindahan cairan dan/atau peningkatan aliran plasma ginjal), efek-efek anastesi.
10)  Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anastesia, penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamanan fisik.
(Marilynn E. Doenges : hal 415 – 437)

3.      Intervensi Keperawatan
a.       Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi/peningkatan anggota keluarga, krisis situasi.
INTERVENSI
RASIONAL
1) Anjurkan klien untuk menggendong, menyentuh, dan memeriksa bayi, tergantung pada kondisi klien dan bayi baru lahir.







2)    Berikan kesempatan untuk ayah/pasangan untuk menyentuh dan menggendong bayi dan bantu dalam perawatan bayi sesuai kemungkinan situasi.




3)  Observasi dan catat interaksi keluarga bayi, perhatikan prilaku yang dianggap menandakan ikatan dan kedekatan dalam budaya tertentu.










4)     Diskusikan kebutuhan kemajuan dan sifat interaksi yang lazim dari ikatan. Perhatikan kenormalan dari variasi respons dari satu waktu ke waktu lainnya dan diantara anak yang berbeda.
5)  Perhatikan pengungkapan/prilaku yang menunjukkan kekecewaan atau kurang minat/ kedekatan.




6)    Berikan kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaan-perasaan yang negative tentang diri mereka dan bayi.

7)  Perhatikan lingkungan sekitar kelahiran sesaria, kebanggan diri orang tua dan persepsi tentang pengalaman kelahiran, reaksi awal mereka terhadap bayi, dan partisipasi mereka pada pengalaman kelahiran.





8) Anjurkan dan bantu dalam menyusuitergantung pada pilihan klien dan keyakinan/praktik budaya.

9) Sambut keluarga dan sibling untuk kunjungan singkat segera bila kondisi ibu/bayi baru lahir memungkinkan. 


10)Berikan informasi, sesuai kebutuhan, tentang keamanan dan kondisi bayi. Dukung pasangan sesuai kebutuhan.

11) Beritahu anggota tim perawatan kesehatan yang tepat tentang observasi sesuai indikasi.



12)Siapkan untuk dukungan / evaluasi teruz menerus setelah pulang. Pelayanan perawat berkunjung, agensi, komunitas, kelompok dukungan orangtua.
1)  Jam pertama setelah kelahiran memberikan kesempatan unik untuk ikatan keluarga untuk terjadi karna ibu dan bayi secara emosional menerima isyarat satu sama lain, yang memulai kedekatan dan proses pengenalan. Bantuan pada interaksi pertama atau sampai jalur intravena dilepas mencegah klien dari merasa kecewa atau tidak adekuat.
2)      Membantu memudahkan ikatan/kedekatan diantara ayah dan bayi. Memberikan kesempatan untuk ibu, memvalidasi realitas situasi dan bayi baru lahir pada waktu dimana prosedur dan kebutuhan fisiknya mungkin membatasi kemampuan interaksinya.
3) Kontak mata-dengan-mata, penggunaan posisi wajah, berbicara pada suara nada tinggi, dan menggengdong bayi dengan dekat dihubungkan dengan kedekatan pada budaya amerika. Pada kontak pertama dengan bayi, ibu menunjukkan pola progresif dari perilaku dengan cara menggunakan ujung jari pada awalnya untuk menggali ekstremitas bayi dan berlanjut pada penggunaan telapak tangan sebelum mendekap bayi dengan seluruh tangan dan lengan.
4) Membantu klien/ pasangan memahami makna dan pentingnya proses dan memberikan keyakinan bahwa perbedaan diperkirakan.


5) Kedatangan anggota keluarga baru, bahkan bila diinginkan dan diantisipasi, menciptakan priode sementara dari disekuilibrium, memerlukan penyatuan anak baru ke dalam keluarga yang ada.
6)  Konflik tidak teratasi selama proses pengenalan awal orangtua-bayi dapat mempunyai efek-efek negative jangka panjang pada masa depan hubungan orangtua-anak.
7)    Orang tua perlu bekerja melalui hal-hal bermakna pada kejadian penuh stress seputar kelahiran anak dan orientasikan mereka sendiri terhadap realita sebelum mereka dapat memfokuskan pada bayi. Efek-efek anastesia, ansietas, dan nyeri dapat  mengubah kemampuan persepsi klien selama dan setelah operasi.
8)  Kontak awal mempunyai efek positif pada durasi menyusui; kontak kulit-dengan-kulit dan mulainya tugas-tugas ibu meningkatkan ikatan.
9)  Meningkatkan kesatuan keluarga, dan membantu sibling memulai proses adaptasi positif terhadap peran baru dan memasukkan anggota baru kedalam struktur keluarga.
10)Membantu pasangan untuk memproses dan mengevakuasi informasi yang diperlukan, khususnya bila periode pengenalan awal telah lambat.
11)Ketidak ada kekuatan perilaku ikatan atau interaksi buruk antara klien/pasangan dengan bayi memerlukan dukungan dan evaluasi lanjut.
12)Banyak pasangan mempunyai konflik tidak teratasi mengenai proses pengenalan awal orangtua-bayi yang memerlukan pemecahan setelah pulang.
(Tabel  2.1)
b.      Ketidaknyamanan : Nyeri (Akut) berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek anastesia, efek-efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
INTERVENSI
RASIONAL
1) Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat verbal dan non verbal seperti meringis, kaku, dan gerakan melindungi atau terbatas.

2)      Berikan informasi dan petunjuk antisifasi mengenai penyebab ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat.

3)   Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi; perhatikan perubahan perilaku.

4)     Perhatikan nyeri tekanan uterus dan adanya / karakteristik nyeri penyerta; perhatisi.kan infus oksitosin pascaoper






5)  Lakukan latihan nafas dalam, spirometri insentif, dan batuk dengan menggunakan prosedur-prosedur pembebatan dengan tepat, 30menit setelah pemberian analgesic.


6) Anjurkan ambulasi dini. Anjurkan menghindari makana cairan pembentuk gas; kacang-kacangan, kol, minuman karbonat, susu murni atau penggunaan sedotan untuk minuman.
7) Anjurkan penggunaan posisi rekumben lateral kiri.


8) Infeksi hemoroid pada perineum. Anjurkan penggunaan es selama 20menit setiap 4jam, penggunaan kompres witch hazel, dan peninggian pelvis pada bantal sesuai kebutuhan.
9) Palpasi kandung kemih, perhatikan adanya rasa penuh. Memudhkan berkemih periodic setelah pengangkatan kateter indwelling.
10)  Evaluasi terhadap sakit kepala, khususnya setelah anesthesia subaraknoid. Hindari member obat pada klien sebelum sifat dan penyebab sakit kepala di tentukan.




11)  Anjurkan tirah baring pada posisi datar berbaring, tingkatkan cairan, berikan minuman berkafein, bantu sesuai kebutuhan pada perawatan klien dan bayi, dan berikan ikatn abdominal bila klien tegak, pada adanya sakit kepala pasca-spinal. Beritahu dokter atau ahli anestesi sesuai indikasi.
12)  Infeksi jaringan payudara dan putting; kaji terhadap adanya pembesaran dan / atau putting pecah.









1)  Klien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan ketidaknyamanan secara langsung. Membedakan karakteristik khusus dari nyeri membaqntu membedakan nyeri pasca operasidan terjadinya komplikasi.
2)    Meningkatkan pemecahan masalah, membantu mengurangi nyeri berkenaan dengan ansietas dan ketakutan karna ketidak tahuan dan memberikan rasa control.
3)  Pada banyak klien, nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat. Analgesia dapat menurunkan TD.
4)   Selama 12jam pertama pascapartum, kontraksi uterus kuat dan teratur, dan ini berlanjut selama 2-3 hari berikutnya, meskipun frekuensi dan intensitasnya dikurangi. Factor – factor yang memperberat nyeri penyerta meliputi multipara, overdistensi uterus, menyusui, dan pemberian preparat ergot dan oksitosin.
5)   Napas dalam upaya meningkatkan upaya pernapasan. Pembebatan menurunkan regangan dan ketegangan area insisi dan mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan berkenaan dengan gerakan otot abdomen. Batuk diindikasikam bila sekresi atau ronki terdengar.
6)     Menurunkan ppembentukan gas dan meningkatkan peristaltic untuk menghilangkan ketidak nyamanan karena akumulasigas, yang sering memuncakpada hari ketiga setelahkelahiran sesaria.

7)  Memungkinkan gas meningkatkan dari kolon desenden ke sigmoid, memudahkan pengeluaran.
8) Membantu regresi hemoroid dan varies vulva dengan meningkatkan vasokontriksi menurunkan ketidaknyamanan dan gatal, dan meningkatkan kembalinya fungsi usus normal.


9)  Kembalinya fungsi kandung kemih normal memerlukan 4-7 hari, overdistensi kandung kemih menciptakan perasaan dorongan dan ketidaknyamanan.
10)Kebocoran cairan serebrospinal (CSS) melalui dura meter ke dalam ruang ekstradural menurunkan volume yang diperlukan untuk menyokong jaringan otak, menyebabkan batang otak turun ke dasar tengkorak bila klien pada posisi tegak. HKK dapat menyebabkan serebral, memerlukan intervensi lain.
11)  Menurunkan beratnya sakit kepala dengan meningkatkan cairan yang ada untuk produksi CSS dan menbatasi perpindahan posisi dari otak. Sakit kepala berat dapat mengganggu kemampuan klien untuk melakukan perawatan diri dan perawatan bayi. Sakit kepala teruz meneruz memerlukan terapi lebih agresif.

12)  Pada 24jam pascapartum, payudara harus lunak dan tidak nyeri tekan, dengan putting bebas dari area pecah-pecah atau adanya kemerahan. Pembesaran payudara, nyeri tekan puting, atau adanya pecah-pecah pada puting dapat terjadi 2-3 hari pacapartum dan memerlukam intervensi segera untuk memudahkan kontinuitas menyusui dan mencegah komplikasi lebih serius. 
(Tabel  2.2)
c.  Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi/kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi.
INTERVENSI
RASIONAL
1) Dorong keberadaan / partisipasi dari pasangan

2)  Tentukan tingkat ansietas klien dan sumber dari masalah. Mendorong klien / pasangan untuk mengungkapkan kebutuhan dan harapan yang tidak terpenuhi. Memberikan informasi sehubungan dengan normalnya perasaan tersebut
3)  Bantu klien / pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping yang lazim dan perkembangan strategi koping baru jika dibutuhkan.
4) Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien/bayi

5)      Mulai kontak antara klien/pasangan dengan bayi segera mungkin. Jika bayi dibawa ke neonatal intensive care unit (NICU), bentuk jalur komunikasi antara staf perawatan dank lien / pasangan. Foto bayi dan biarkan untuk dikunjungi bila kondisi fisik klien mengizinkan
1)   Memberikan dukungan emosional ; dapat mendorong pengungkapan masalah
2)  Kelahiran sesaria mungkin dipandang sebagai suatu kegagalan dalam hidup oleh klien/pasangan dan hal tersebut dapat memiliki dampak negative dalam proses ikatan / menjadi orang tua






3)  Membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap peran baru ; mengurangi perasaan ansietas



4) Khayalan yang disebabkan oleh kurangnya informasi atau kesalahpahamanan dapat meningkatkan tingkat ansietas
5) Mengurangi ansietas yang mungkin berhubungan dengan penanganan bayi, takut terhadap sesuatu yang tidak diketahui, dan/atau menganggap hal yang buruk berkenanaan dengan keadaan bayi
(Tabel  2.3)
d.      Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
INTERVENSI
RASIONAL
1)     Tentukan respons emosional klien / pasangan terhadap kelahiran sesaria



2)  Tinjau ulang partisipasi klien / pasangan dan peran dalam pengalaman kelahiran.



3) Tekankan kemiripan antara kelahiran sesaria dan vagina. Sampaikan sikap positif terhadap kelahiran sesaria, dan atur perawatan pascapartum sedekat mungkin pada perawatan yang diberikan pada klien setelah kelahiran vagina
4) Rujuk klien/pasangan untuk konseling professional bila reaksi maladaptif
1) Kelahiran sesaria yang tidak direncanakan dapat berefek negative terhadap harga diri klien, membuat klien merasa tidak adekuat dan telah gagal sebagai wanita
2)     Respons berduka dapat berkurang bila ibu dan ayah mampu saling berbagi akan pengalaman kelahiran. Dapat membantu menghindari rasa bersalah/mempersalahkan
3)    Klien dapat mengubah persepsinya tentang pengalaman kelahiran sesarea sebagaimana persepsinya tentang kesehatannya atau penyakitnya berdasarkan pada sikap professional


4)     Klien yang tidak mampu mengatasi rasa berduka atau perasaan negative memerlukan bantuan professional lebih lanjut
(Tabel 2.4)
e.       Resiko tinggi terhadap Cedera. Faktor resiko dapat meliputi fungsi biokimia atau regulasi (mis., hipotensi ortostatik, adanya HKK atau eklampsia), efek-efek anestesia, tromboemboli, profil darah abnormal (anemia/kehilangan darah berlebihan, sensitivitas terhadap rubella, inkompatibilitas Rh), trauma jaringan
INTERVENSI
RASIONAL
1)  Tinjau ulang catatan prenatal dan intrapartal terhadap factor – factor yang mempredisposisikan klien pada komplikasi. Catat kadar Hb dan kehilangan darah operatif


2)  Pantau TTV. Catat kulit dingin, basah ; nadi lemah dan halus ; perubahan perilaku ; pelambatan pengisian kapiler atau sianosis.












3) Inspeksi balutan terhadap perdarahan berlebihan. Catat tanggal drainase pada balutan


4)  Perhatikan karakter dan jumlah aliran lokhia dan konsistensi fundus





5)   Pantau masukan cairan dan haluaran urine. Perhatikan penampilan, warna, konsentrasi, dan berat jenis urine




6)     Anjurkan ambulasi dini dan latihan, kecuali pada klien yang mendapatkan anastesi subaraknoid.




  
7)      Bantu klien pada ambulasi awal.



8)  Minta klien duduk di lantai atau kursi dengan kepala diantara kaki, atau biarkan berbaring pada posisi datar bila merasa pusing.
1)  Adanya factor – factor resiko seperti kelelahan miometrial, distensi uterus berlebihan, stimulasi oksitosin lama, atau tromboflebitis prenatal memungkinkan klien lebih rentan terhadap komplikasi pascaoperasi
2)  Tekanan darah yang tinggi dapat menandakan terjadinya atau berlanjutnya hipertensi. Hipotensi dan takikardia dapat menunjukkan dehidrasi dan hipovolemia tetapi mungkin tidak terjadi sampai volume darah sirkulasi telah menurun sampai 35 – 50 %, dimana tanda vasokonstriksi mungkin terlihat. Pireksia dapat menandakan infeksi
3)  Luka bedah dengan drain dapat membasahi balutan namun rembesan biasanya tidak terlihat dan dapat menunjukkan terjadinya komplikasi
4) Aliran lokhia seharusnya tidak banyak atau mengandung bekuan, fundus harus tetap berkontraksi dengan kuat pada umbilicus. Tonjolan uterus mengakibatkan peningkatan aliran dan kehilangan darah
5)      Fungsi ginjal adalah indeks kunci dari volume darah sirkulasi. Bila haluaran menurun, berat jenis meningkat, dan sebaliknya. Urine yang mengandung darah atau bekuan menunjukkan kemungkinan trauma kandung kemih berkenaan dengan intervensi pembedahan
6)   Meningkatkan sirkulasi dan aliran balik vena dari ekstremitas bawah, menurunkan risiko pembentukan thrombus, yang berkenaan dengan stasis. Meskipun posisi rekumben setelah anastesia subaraknoid dikontroversikan, hal ini dapat membantu mencegah kebocoran CSS dan sakit kepala
7)  Hipotensi ortostatik dapat terjadi pada perubahan dari posisi telentang ke berdiri, atau mungkin sebagai akibat dari vasodilatasi
8)  Membantu mempertahankan atau meningkatkan sirkulasi dan memberikan oksigen ke otak

(Tabel 2.5)
f.       Resiko infeksi. Faktor resiko dapat meliputi trauma jaringan/kulit rusak, penurunan Hb, prosedur invasif dan/atau peningkatan pemajanan lingkungan, pecah ketuban lama, mainutrisi.
INTERVENSI
RASIONAL
1) Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan pembuangan pengalas kotoran, pembalut parineal, linen terkontaminasi dengan tepat. 
2)  Tinjauan ulang Hb/Ht prenatal; perhatikan adanya kondisi yang mempredisposisikan klien pada infeksi pascaoperasi.
3)     Kaji status nutrisi klien. Perhatikan penampilan rambut, kuku jari, kulit, dan sebagainya. Perhatikan berat badan sebelum hamil dan penambahan berat badan prenatal.
4)   Dorong masukan cairan oral dan diet tinggi protein, vitamin C, dan besi.


5)   Infeksi balutan abdominal terhadap aksudat atau rembesan. Lepaskan balutan sesuai iridikasi.







6)  Perhatikan catatan operasi untuk penggunaan drain dan sifat dari insisi. Bersihkan luka dang anti balutan bila basah.

7) Infeksi insisi terhadap proses penyembuhan, perhatikan kemerahan, edema, nyeri, eksudat, atau gangguan penyatuan.
8)Bantu sesuai kebutuhan pengangkatan jahitan kulit atau klips.

9)     Dorong klien untuk mandi shower dengan menggunakan air hangat setiap hari.


10)  Kaji suhu, nadi, dan jumlah sel darah putih.







11)Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus; perhatikan perubahan involusi atau adanya nyeri tekan uterus yang ekstrem.

12)  Perhatikan jumlah dan bau rabas lokhia atau perubahan pada kemajuan normal dari rubra menjadi serosa.


13)  Pertahankan system drainese urin tertutup yang steril.
14)Berikan perawatan parenial dan kateter, dan penggantian pengalas sering.
15)Pertahan kantong drainese pada posisi tergantung.
16)Catat frekuensi/jumlah dan karakteristik urine.

17)  Tingkatkan istirahat dan anjurkan penggunaan posisi semi-fowler bila kewaspadaan anesthesia dilengkapi.
18) Evaluasi kondisi puting, perhatikan adanya pevah-pecah, kemerahan, atau nyeri tekan. Anjurkan pemeriksaan payudara rutin.
19) Kaji bunyi paru dan pernafasan mudah atau susah.



20)  Lakukan pembalikan, batuk, dan nafas dalam rutin dengan pembebatan insisi setiap 2-4 jam saat terjadi.
21)  Berikan oksitosin atau prapatan ergot.



22)Pantau hasil tes laboratorium, seperti nitrogen urea darah (BUN) dan urine 24 jam terhadap protein total, klirens kreatinin, dan asam urat sesuai indikasi.

23)  Berikan infuse antibiotic profilaktin, dengan dosis biasanya diberikan segera setelah pengkleman tali pusat dan 2dosis lagi masing-masing berjarak 6 jam.
24)Lakukan penggunaan spirometri insentif. Berikan informasi sesuai kebutuhan.
25) Dapatkan specimen sputum sesuai indikasi oleh perubahan pada warna atau bau sputum, adanya kongesti, dan peningkatan suhu.
26)Berikan antibiotic khusus untuk proses infeksi yang teridentifikasi.
1)  Membantu mencegah atau membatasi penyebaran infeksi.



2)   Anemiamia, diabetes, persalinan yang lama sebelum kelahiran sesaria meningkatkan resiko infeksi dan pelambatan penyembuhan.
3)   Klien yang berat badannya 20% di bawah berat normal, atau yang anemia atau malnutrisi, lebih rentan terhadap infeksi pascapartum dan dapat memerlukan diet khusus.

4)    Mencegah rehidrasi; memaksimalkan volume sirkulasi dan aliran urin. Protein dan vitamin C diperlukan untuk pembentukan kolagen; besi diperlukan untuk sintesis Hb.
5)    Balutan streril menutupi luka pada 24 jam pertama kelahiran sesaria membantu melindungi luka dari cedera atau kontaminasi. Rembesan dapat menandakan hematomo, gangguan penyatuah jahitan, atau dehisens luka, memerluka intervensi lanjut. Pengangkatan balutan memungkinkan insisi mengengering dan meningkatkan penyembuhan.
6)  Lingkungan lembab merupakan media paling baik untuk pertumbuhan bakteri; bakteri daopat berpindah melalui aliran kapiler melalui balutan basah ke luka.
7)     Tanda-tanda ini menunjukkan infeksi luka, biasanya disebabkan oleh streptokokus, stapilokokus, atau sepsis pseudomonas. 

8)   Insisi biasanya sudah cukup membaik untuk dilakukan pengangkatan jahitan pada hari keempat atau kelima.
9)   Mandi shower. Biasanya diizinkan setelah hari kedua sehabis kelahiran sesaria, meningkatkan hygiene dan dapat merangsang sirkulasi serta penyembuhan luka.
10)Demam setelah pascaoperasi hari ketiga, leukositesis, dan takikardia menunjukkan infeksi. Peningkatan suhu sampai 38,7 C dalam 24 jam pertama sangad mengindikasikan infeksi; peningkatan sampai 38 C pada hari kedua dalam 10 hari pertama pascapartum dalah bermakna.
11)Setelah kelahiran sesaria fundus tetap pada ketinggian selama sampai 5hari, bila involusi mulai, disertai dengan peningkatan oliran lokhia.
12)  Secara normal lokhia berbau amis; namaun pada endometritis rabas mungkin purelen dan berbau busuk, dan dapat gagal menunjukkan kemajuan normal dari lokhia rubra menjadi serosa sampai alba.
13)Mencegah introduksi bakteri bila kateter indwelling digunakan.
14)Membantu menghilangkan media pertumbuhan bakteri; meningkatkan hygiene.
15)Menghindari refluks urin, menurunkan resiko infeksi.
16)  Statis urinarius meningkatkan resiko infeksi. Urine keruh atau berbau busuk menandakan adanya infeksi.
17)Istirahat menurunkan proses metabolism, memungkinkan oksigen dan n utrien digunakan untuk penyembuhan.
18)Terjadinya fisura/pecah-pecah putting meperbesar resiko mastitis.



19)Ronki menandakan tertahannya sekresi yang tidak seharusnya ada, bunyi nafas mungkin berkurang selama 24 jam pertama setelah pembedahan.
20)  Memperbaiki kedalaman pernafasan dan ekspansi alveolar; membersihkan sekresi bronchial yang dapat memblok bronkioli.
21)Mempertahankan kontaktilitas miometrial, sehingga mencegah penyebaran bakteri melalui dinding uterus; membantu mengeluarkan bekuan-bekuan/membran.
22)Pada klien yang telah mengalami HKK, keterlibatan ginjal atau vascular mungkin menetap, atau ini tampak selama waktu-waktupertama selama periode pascapartum
23)Menurunkan kemungkinan endometritis pascapartum sesuai komplikasi seperti abses insisi atau tromboflebitis pelvis.


24)  Meningkatkan pernafasan maksimal terus menerus, mengembangkan alveoli, dan mencegah atelektasis.
25)  Untuk mengidentifikasi pathogen khusus dan terapi yang tepat.


  
26)  Perlu untuk mematikan organisme.

g.      Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti, kelebihan analgesik atau anestesi, efek-efek progesterone, dehidrasi, diare prapersalinan, kurang masukan, nyeri parineal/rektal.
INTERVENSI
RASIONAL
1)   Auskultasi terhadap adanya bising usus pada keempat kuadran setiap 4jam setelah kelahiran sesaria.
2) Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan.
3) Anjurkan cairan oral yang adekuat, bila masukan oral sudah mulai kembali.

4) Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal, tingkatkan ambulasi dini.
5) Identifikasi aktivitas-aktivitas dimana klien dapat menggunakannya dirumah untuk merangsang kerja usus.
6) Berikan analgesic 30menit sebelum ambulasi.


7) Berikan pelunak peses atau karaktik ringan.

8)  Berikan sabun hipertonik atau kecil untuk enema.
9) Masukkan atau pertahankan selang nasogastrik sesuai indikasi.
1)Menentuka kesiapan terhadap pemberian makan per oral, dan kemungkinan terjadinya komplikasi.

2)    Menandakan pembentukan gas dan akumulasi.
3)  Makanan kasar dan meningkatkan cairan yang menghasilkan bulk, merangsang eliminasi, dan mencegah konstipasidefekasi.
4)   Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan memperbaiki motilitas abdomen
5) Membantu dalam menciptakan kembali pola evakuasi normal dan meningkatkan kemandirian.

6) Memudahkan kemampuan untuk ambulasi; namun, narkotok, bila digunakan, dapat menurunkan aktifitas usus.
7) Melunakkan feses, merangsang feristalsik, dan membantu mengembalikan fungsi usus.
8) Meningkatkan evakuasi usus dan menghilangkan distensi karena gas.
9)    Mungkin perlu untuk mendekomfresi lambung dang menghilangkan distensi berkenaan dengan ileus paralitik.
(Tabel 2.7)
g.      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.
INTERVENSI
RASIONAL
1)    Kaji kesiapan dan, motivasi klien untuk belajar. Bantu klien/pasangan dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan.


2)     Berikan rencana penyuluhan tertulis dengan menggunakan format yang distandardisasi atau ceklis.



3)      Kaji keadaan fisik klien.







4)  Perhatikan status psikologis dan respons terhadap kelahiran sesaria serta peran menjadi ibu.






5)  Berikan informasi yang berhubungan dengan perubahan fisiologis dan psikologis yang normal

6)  Berikan atau kuatkan informasi yang berhubungan dengan pemeriksaan pascapartum lanjutan
1)     Periode pasca partum dapat menjadi pengalaman positif bila kesempatan penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi, dan kompetensi.
2)  Membantu menjamin kelengkapan informasi yang diterima orangtua dari anggota staf dan menurunkan konfusi klien yang disebabkan oleh diseminasi nasihat atatu informasi yang menimbulkan konflik.
3)    Ketidaknyamanan berkenaan dengan insisi atau nyeri penyerta, atau ketidaknyamanan usus/kandung kemih, biasanya berkurang beratnya pada hari ketiga pascaoperasi, memungkinkan klien berkonsentrasi lebih penuh dan lebih menerima penyuluhan.
4)   Ansietas yang berhubungan dengan kemampuan untuk merawat diri sendiri dan anaknya, kekecewaan pada pengalaman kelahiran, atau masalah – masalah berkenaan dengan perpisahannya dari anak dapat mempunyai dampak negative pada kemampuan belajar dan kesiapan klien
5)  Membantu klien mengenali perubahan normal dari respons – respons abnormal yang mungkin memerlukan tindakan
6)  Evaluasi pascapartum untuk klien yang telah menjalani kelahiran sesaria mungkin dijadwalkan minggu ketiga daripada minggu keenam karena peningkatan risiko infeksi dan pelambatan pemulihan
(Tabel 2.8)
h.      Perubahan Eleminasi urin berhubungan dengan trauma/diversi mekanis, efek-efek hormonal (perpindahan cairan dan/atau peningkatan aliran plasma ginjal), efek-efek anastesi.
INTERVENSI
RASIONAL
1)   Perhatikan dan catat jumlah, warna, dan konsentrasi drainase urin.



2)  Tes urine terhadap albumin dan aseton. Bedakan antara oroitenuria berkenaan dengan HKK dan yang berkenaan dengan proses normal.
3)      Berikan cairan per oral.


4)  Palpasi kandung kemih. Pantau tinggi fundus dan lokasi dan jumlah aliran lokhia.



5)     Perhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK) setelah pengangkatan kateter.
6) Gunakan metoda-metoda untuk memudahkan pengangkatan kateter setelah berkemih.


7)      Intruksikan klien untuk melakukan latihan kegel setiap hari setelah efek-efek anestesi berkurang.



Pertahankan infuse intravena selama 24jam setelah pembedahan, sesuai indikasi.
1)  Oliguira mungkin disebabkan oleh kelebihan kehilangan cairan, ketidakadekuatan penggantian cairan, atau efek-efek antidiuretik dari infus oksitosin.\
2)  Proses katalitik berkenaan dengan involusi uterus dapat mengakibatkan proteinuria normal selama 2 hari pertama pascapartum.
3)  Cairan meningkatkan hidrasi dan fungsi ginjal, dan membantu mencegah stasis kandung kemih.
4)    Aliran plasma ginjal, yang meningkat 25%-50% selama periode prenatal, tetap tinggi pada minggu pertama pascapartum, mengakibatkan peningkatan pengisian kandung kemih.
5)Adanya kateter indwelling mempredisposisikan klien pada masuknya bakteri dan ISK.
6)    Klien harus berkemih dalam 6-8 jam setelah pengangkatan kateter, masih mungkin mengalami kesulitan pengososngan kandung kemih secara lengkap.
7)     Melakukan latihan kegel 100kali per hari meningkatkan sirkulasi ke perineum, membantu memulihkan dan menyembuhkan tonus otot pubokoksigeal, dan mencegah atau menurunkan stress inkontinensia.
     Biasanya, 3L cairan, meliputi larutan ringer laktat, adekuat untuk menggantikan kehilangan dan mempertahankan aliran ginjal/halauran urine.
(Tabel 2.9)
i.        Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anastesia, penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamanan fisik.
INTERVENSI
RASIONAL
1)      Pastikan berat/durasi ketidak nyamanan. Perhatikan adanya sakit kepala pascaspinal.


2)      Tentukan tipe-tipe anesthesia, perhatikan adanya pesanan atau protokl mengenai pengubahan posisi.

3)      Ubah posisi klien setiap 1-2 jam, bantu dalam latihan paru, ambulasi, dan latihan kaki.



4)    Berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan higiene. 
5)      Berikan agens analgesic setiap 3-4 jam, sesuai kebutuhan.
1)      Nyeri berat mempengaruhi respons emosi dan perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada aktifitas perawatan diri sampai kebutuhan fisiknya terhadap kenyamnan terpenuhi.
2)      Klien yang telah menjalani anstesia spinal dapat diarahkan untuk berbaring datar dan tanpa bantal untuk 6-8 jam setelah pemberian anastesia.
3)  Membantu mencegah komplikasi bedah seperti phlebitis atau pneumonia, yang dapat terjadi bila tingkat ketidak nyamanan mempengaruhi pengubahan atau aktivitas normal klien.
4)  Memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan kesejahteraan.
5)    Menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.
(Tabel 2.10)

4.      Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/ aktivitas yang telah ditemukan, pada tahap ini perawat siap membantu pasien atau orang terdekat menerima stress situasi atau prognosis, mencegah komplikasi, membantu program rehabilitas individu, memberikan informasi tentang penyakit, prosedur, prognosis dan kebutuhan pengobatan.

5.      Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respon pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan. Kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan.




BAB III
TINJAUAN KASUS

A.    PENGKAJIAN
1.      Biodata
a.       Identitas Klien
1)      Inisial klien                  : Ny “J”
2)      Umur                           : 38 tahun
3)      Jenis kelamin               : Perempuan
4)      Agama                         : Islam
5)      Pendidikan                  : SD
6)      Pekerjaan                     : IRT
7)      Status perkawinan       : Kawin
8)      Suku / bangsa              : Makassar/Indonesia
9)      Alamat                        : Bonto Biraeng
10)  Tanggal MRS              : 11 Juli 2012
11)  Tanggal pengkajian     : 12 Juli 2012
12)  No. RM                       : 28 85 35
13)  Diagnose medis           : Post Op sectio caesarea
b.      Identitas Penanggung jawab
1)      Inisial suami                 : Tn. A
2)      Umur                           : 42 tahun
3)      Jenis kelamin               : Laki – laki
4)      Agama                         : islam
5)      Pendidikan                  : SD
6)      Pekerjaan                     : Petani
7)      Status perkawinan       : Kawin
8)      Suku / bangsa              : Makassar/Indonesia
9)      Alamat                         : Bontobiraeng
2.      Riwayat Keluhan
a.       Keluhan utama
Nyeri pada luka post op sectio caesarea
b.      Riwayat keluhan utama
P ( Provokatif )

Q ( Qualitas )
R ( Regional )
S ( Skala )
T ( Timing )
:

:
:
:
:
Klien merasakan nyeri setelah dilakukan operasi sectio caesarea
Nyeri yang dirasakan seperti disayat benda tajam
Nyeri terasa di abdomen
Sedang (skala nyeri 6 pada skala 0 – 10)
Dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Nyeri yang dirasakan terus – menerus
3.      Genogram
4.      Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Tabel 2
No.
Tahun
Tipe Persalinan
Penolong
Jenis kelamin
BB lahir
Keadaan bayi waktu lahir
Masalah kehamilan
1.
1997
Spontan
Bidan
P
2500g
Baik
Tidak ada
2.
2000
Spontan
Bidan
P
2700g
Baik
Tidak ada
3.
2002
Spontan
Bidan
L
2650g
Baik
Tidak ada
4.
2005
Spontan
Bidan
P
2800g
Baik
Tidak ada
5.
2007
Spontan
Dokter
L
2750g
Baik
Tidak ada
6.
2010
Spontan
Bidan
L
2900g
Baik
Tidak ada
7.
2012
SC
Dokter
P
3350g
Baik
Tidak ada
Pengalaman menyusui : ya                                    berapa lama : 13 tahun
5.      Riwayat Kehamilan saat ini
a.       Berapa kali periksa kehamilan       : 7 kali
b.      Masalah kehamilan                        : mual, muntah
6.      Riwayat Persalinan
a.       Jenis persalinan     : SC     Tgl/jam :10 Juli 2012/15.37
b.      Jenis kelamin bayi : P       BB/PB : 3350 gram/ 48 cm
c.       Perdarahan                       : ± 270 cc
d.      Masalah dalam persalinan : tidak ada
7.      Riwayat Ginekologi
a.       Masalah ginekologi           : tidak ada
b.      Riwayat KB                      : klien menggunakan kontrasepsi suntik
8.      Data Umum Kesehatan Saat Ini
a.       Status obstetrik                : G 7 P 7 A 0 H 7
b.      Bayi Rawat Gabung         : Ya
c.       Keadaan umum     : Lemah
Kesadaran             : Composmentis, GCS 15 (E4 , V5  , M6 )
BB/TB                   : 71 Kg/ 154 cm
d.      Tanda – tanda Vital
1)      Tekanan Darah            : 130/90 mmHg
2)      Nadi                            : 90 kali/menit
3)      Suhu                            : 37,5 ºC
4)      Pernapasan                  : 24 kali/menit
9.      Pemeriksaan Fisik
a.       Kepala dan Leher
1)      Kepala




a)      Mata



b)      Hidung



c)      Mulut



d)     Telinga


2)      Leher


Masalah khusus
b.      Dada
1)      Jantung


2)      Paru – paru





3)      Payudara


4)      Puting susu

5)      Pengeluaran ASI
Masalah khusus
c.       Abdomen




1)      Involusi Uterus
a)      Tinggi fundus uteri
b)      Kontraksi
c)      Posisi
2)      Kandung kemih
3)      Fungsi pencernaan
Masalah khusus
d.      Perineum dan genital
1)      Vagina

2)      Perineum
3)      Lokia

4)      Hemorrhoid
Masalah khusus
e.       Ekstremitas
1)      Ekstremitas Atas


2)      Ekstremitas Bawah

3)      Masalah khusus
f.       Eliminasi
1)      Urine
a)      Kebiasaan BAK
b)      BAK saat ini

2)      Fekal
a)      kebiasaan BAB
b)      BAB saat ini
Masalah Khusus
g.      Istirahat dan Kenyamanan
1)      Pola tidur
a)      Kebiasaan
(1)   Siang
(2)   Malam
b)      Pola tidur saat ini
  

  
:



:



:



:


:


:

:


:





:


:

:
:
:





:
:
:
:
:
:

:

:
:


:

:


:

:


:
:


: 
:
:
: 
:
:



:

Rambut alopesia, tidak mudah tercabut, rambut dan kulit kepala bersih, distribusi rambut merata, warna rambut hitam dan panjang, tidak teraba adanya benjolan, lesi, dan luka
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, fungsi penglihatan baik, pergerakan bola mata ke segala arah normal, refleks pupil (+), sekret (-)
Tampak simetris, tidak tampak secret, passage udara lancar tidak ada hambatan, tidak ada sinus dan polip, fungsi penciuman baik
bibir dan mukosa mulut lembab, kebersihan baik, tidak tampak adanya stomatitis, tidak ada karies, luka atau lesi (-)
letak simetris, tidak ada serumen, tidak ditemukan peradangan, fungsi pendengaran baik
tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar thyroid, fungsi menelan baik.
Tidak ada

Bunyi jantung I dan II murni, tidak ada bunyi jantung tambahan atau mur – mur, irama reguler
Bunyi napas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-), pergerakan dada simetris, respirasi normal artinya keadaan istirahat tidak memerlukan usaha untuk bernapas, pernafasan reguler, frekuensi napas 24 kali/menit
Bentuk payudara simetris, tidak terdapat benjolan, payudara agak bengkak, produksi ASI lancar
Tampak menonjol kiri dan kanan, areola kehitaman, dan agak melebar.
Baik ( lancar )
Tidak ada
Pada abdomen terdapat luka operasi SC jenis transperitonealis profunda (melintang). Luka jahitan ± sepanjang 14 cm. Kondisi luka post operasi belum diketahui karena masih ditutup verban.

1 cm di bawah pusat
Tidak terdapat kontraksi uterus
Di bawah pusat
Tidak terdapat distensi kandung kemih
Baik, peristaltik usus 7 kali/menit
Resiko infeksi

Integritas kulit baik, edema (+), memar (-), hematom (-), terpasang kateter (+)
Tampak utuh dan bersih
Terdapat lokia rubra, berwarna merah, berbau amis darah, jumlah ± 240 ml
Tidak tampak adanya hemorrhoid
Tidak ada

Terpasang infus RL pada tangan kanan 20 tetes/menit, edema (-), varises (-), pergerakan baik, integritas kulit elastis
Edema (-), varises (-), refleks patella (+)
Tidak ada


6 – 7 kali/hari
Tidak ada gangguan, terpasang kateter, nyeri (-)

1 – 2 kali/hari
1 kali/hari
Tidak ada



Pukul 14.00 – 15.00
Pukul 22.00 – 05.30
Sering terbangun tengah malam karena nyeri pada luka operasi
h.      Keluhan ketidaknyamanan
1)      Lokasi

2)      Timbulnya

3)      Sifatnya
4)      Faktor pencetus
5)      Skala
6)      Usaha klien untuk mengatasi

7)      Masalah khusus

i.        Mobilisasi dan Latihan
1)      Tingkat mobilisasi

2)      Latihan/senam
Masalah khusus


j.        Nutrisi dan cairan
1)      Asupan nutrisi
2)      Asupan cairan
Masalah khusus
k.      Keadaan mental
1)      Adaptasi psikologis
( Penerimaan terhadap bayi )
Masalah khusus
l.        Kemampuan menyusui 

:

:

:
: 
:
:

:


:

:
:



:
:
:

:

:

Klien mengatakan nyeri pada luka post op
Sejak post partum tanggal 10 Juli 2012 pukul 15.37
Terus – menerus
Nyeri bertambah bila bergerak banyak
Skala nyeri 6 (sedang)
Klien tampak meminimalkan gerakan/berhati – hati bila bergerak
Klien tampak meringis kesakitan saat mencoba untuk bangun

Bertahap, mulai dari miring kiri kanan, duduk, turun dari tempat tidur
Belum pernah
Klien takut bergerak banyak karena nyeri, klien mengatakan aktivitasnya dibantu oleh keluarga

Nafsu makan baik
6 – 7 gelas/hari
Tidak ada

Klien merasa sangat senang dengan kelahiran bayinya
Tidak ada
Klien tampak menyusui bayinya. Produksi ASI lancar 
m.    Obat – obatan yang dikonsumsi saat ini   :
1)      Asam tranexamat 1 Amp/12jam/iv
2)      Ranitidin 1 Amp/8 jam/iv
3)      Ketorolac 1 Amp/8 jam/iv
4)      Cefotaxime 1 Amp/8 jam/iv
n.      Hasil pemeriksaan penunjang : Tanggal 9 Juli 2012
1)      HGB   : 12,5 g/dl                    NN : 11,0 – 15,0 g/dl

B.     PENGUMPULAN DATA
Tabel 3
No.
DATA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Klien mengeluh nyeri pada luka Post Op SC
Klien mengatakan takut bergerak banyak karena nyeri
Klien mengeluh masih sering mulas
Klien mengeluh sering terbangun tengah malam karena nyeri pada perutnya
Klien mengatakan aktivitasnya dibantu oleh keluarga
Klien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti disayat benda tajam
Klien mengatakan nyeri yang dirasakan secara terus – menerus
KU lemah
Klien tampak gelisah
Klien tampak meringis saat mencoba untuk bangun
Klien masih takut bergerak
Klien tampak berhati –hati bila bergerak
Klien tampak meminimalkan gerakan
Skala nyeri 6 (sedang)
Tampak luka bekas Op SC yang masih dibalut verban
Klien tampak sering menguap
Klien tampak sering terbangun
Ekspresi wajah klien tampak mengantuk
Tanda – tanda vital :
TD : 130/90 mmhg
 N  : 90 kali/menit
 S   : 37,5 ºC
 P   : 24 kali/menit

C.    DATA FOKUS
CP IA
Data Fokus
Tabel 4
DATA SUBJEKTIF
DATA OBJEKTIF
1.      Klien mengeluh nyeri pada luka Post Op SC
2.      Klien mengatakan takut bergerak banyak karena nyeri
3.      Klien mengeluh sering terbangun tengah malam karena nyeri pada perutnya
4.      Klien mengatakan aktivitasnya dibantu oleh keluarga
5.      Klien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti disayat benda tajam
6.      Klien mengatakan nyeri yang dirasakan secara terus – menerus

1.      KU lemah
2.      Klien tampak gelisah
3.      Klien tampak meringis saat mencoba untuk bangun
4.      Klien masih takut bergerak
5.      Klien tampak berhati –hati bila bergerak
6.      Klien tampak meminimalkan gerakan
7.      Skala nyeri 6 (sedang)
8.      Tampak luka bekas Op SC yang masih dibalut verban
9.      Klien tampak sering menguap
10.  Klien tampak sering terbangun
11.  Ekspresi wajah klien tampak mengantuk
12.  Tanda – tanda vital :
              TD : 130/90 mmhg
               N  : 90 kali/menit
               S  : 37,5 ºC
                P  : 24 kali/menit

D.    ANALISA DATA
CP IB
Analisa Data
Tabel 5
No.
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
1.























2.













3.












4.
Data subjektif :
a.   Klien mengeluh nyeri  pada luka bekas operasi SC
b. Klien mengatakan takut bergerak banyak karena nyeri
c.  Klien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti disayat benda tajam
d.  Klien mengatakan nyeri yang dirasakan secara terus – menerus
Data objektif :
a.    Klien tampak meringis saat mencoba untuk bergerak 
b. Klien tampak meminimalkan gerakan
c.       Klien tampak berhati – hati bila bergerak
d.      Skala nyeri 6 (sedang)




Data subjektif :
a.       Klien mengeluh sering terbangun tengah malam karena nyeri pada perutnya
Data objektif :
a.       Klien tampak gelisah
b.      Klien tampak sering menguap
c.       Ekspresi wajah klien tampak mengantuk
d.      Klien tampak sering terbangun

Data subjektif :
a.       Klien mengatakan aktivitasnya dibantu oleh keluarga
b.      Klien mengatakan takut bergerak banyak
Data objekif :
a.       KU lemah
b.      Klien tampak berhati – hati bila bergerak



Faktor resiko :
a.       Tampak luka post Op SC yang masih dibalut verban
b.      Tanda REEDA
R : kemerahan : tidak E : edema : tidak
E : ekimosis : tidak
D : discharge serum / pus / darah : tidak ada
A : approximate : tampak bekas luka post Op

Tindakan SC

Terputusnya kontinuitas jaringan

Keluarnya zat – zat vasoaktif (histamin, bradikinin, serotonin)
 

Merangsang reseptor nyeri pada ujung – ujung saraf bebas

Nyeri dihantarkan ke dorsal spinal lord

Thalamus
 

Cortex serebri
 

Nyeri dipersepsikan

      Gangguan rasa nyaman nyeri


Nyeri luka post Op SC
 
Rangsangan ke pusat jaga / pepticular activating system (RAS)

Rapid eye movement menurun

Klien terjaga/sering terbangun
 

Gangguan pola tidur


Tindakan SC

Adanya luka post Op

Nyeri

Klien takut bergerak banyak karena nyeri bertambah
 
Gangguan mobilitas fisik


Terdapat luka post Op SC
 
Terputusnya kontinuitas jaringan
 
Adanya luka operasi merupakan post de entry mikroorganisme

Resiko infeksi
Nyeri
























Gangguan pola tidur










  
Gangguan mobilitas fisik











Resiko infeksi

E.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
CP II
Diagnosa Keperawatan
Tabel 6
No.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tanggal ditemukan
Tanggal teratasi
1.


2.

3.

4.
Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan akibat tindakan operatif SSTP
Gangguan pola tidur b/d nyeri pada luka post Op
Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan
Resiko infeksi b/d rusaknya pertahanan primer
12 Juli 2012


12 Juli 2012

12 Juli 2012

12 Juli 2012
14 Juli 2012


14 Juli 2012

14 Juli 2012

Belum teratasi

F.      INTERVENSI KEPERAWATAN
CP III
Intervensi Keperawatan
1.      Nyeri akut b/d terputusnya kuntinuitas jaringan akibat tindakan operatif SSTP, ditandai dengan :
DS :
a.       Klien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi SC
b.      Klien mengatakan masih sering mulas
c.       Klien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti disayat benda tajam
d.      Klien mengatakan nyeri yang dirasakan secara terus – menerus
DO :
a.       KU lemah
b.      Klien tampak meringis saat mencoba untuk bergerak
c.       Skala nyeri 6 (sedang)
TUJUAN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri terkontrol, dengan kriteria hasil :
a.       KU baik
b.      skala nyeri 1 – 2 (ringan)
c.       Ekspresi wajah rileks
INTERVENSI :
a.       Observasi tingkat nyeri
R/ Mengetahui sampai tingkat mana nyeri yang dialami klien
b.      Observasi TTV
R/ Melihat perkembangan KU klien dimana rangsang nyeri dapat meningkatkan TTV
c.       Atur posisi berbaring misalnya dengan posisi supine
R/ Dengan posisi ini dapat mengurangi tekanan pada area operasi sehingga rasa nyeri berkurang
d.      Ajarkan teknik relaksasi dengan menarik nafas dalam saat nyeri timbul
R/ Relaksasi dengan cara menarik nafas dalam membuat otot – otot rileks sehingga nyeri berkurang
e.       Lakukan teknik distraksi
R/ Mengalihkan perhatian ke hal yang lain sehingga tidak terlalu fokus pada nyeri
f.        Kolaborasi dalam pemberian analgetik : injeksi ketorolac
R/ Membantu dalam mengurangi rasa nyeri, dengan memblokade pusat hantaran nyeri
2.      Gangguan pola  tidur b/d nyeri luka post Op, ditandai dengan :
DS :
a.       Klien mengatakan sering terbangun tengah malam karena nyeri pada perutnya
DO :
a.       Klien tampak gelisah
b.      Klien tampak sering menguap
c.       Ekspresi wajah klien tampak mengantuk
TUJUAN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan kebutuhan istirahat tidur klien terpenuhi, dengan kriteria hasil :
a.       klien mengatakan tidurnya nyenyak/ pulas
b.      Klien tampak tenang
c.       Klien mengatakan tidurnya cukup
d.      Ekspresi wajah tampak segar
INTERVENSI :                  
a.       Beri posisi yang nyaman
R/ Posisi yang nyaman dapat meningkatkan relaksasi sehingga menstimulasi untuk tidur
b.      Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
R/ Lingkungan yang tenang dapat memberikan rasa nyaman sehingga mempermudah klien untuk tidur
c.       Ajarkan teknik relaksasi
R/ Memberi rasa nyaman pada klien
d.      Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan / minuman tinggi protein sebelum tidur (susu)
R/ Pencernaan protein menghasilkan triptopan yang mempunyai efek sedatif
e.       HE tentang manfaat terpenuhinya kebutuhan istirahat dan tidur
R/ Meningkatkan pengetahuan klien dan diharapkan mampu bekerja sama dengan perawat
3.      Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan, ditandai dengan :
DS :
a.       Klien mengatakan aktivitasnya dibantu oleh keluarga
b.      Klien mengatakan takut bergerak banyak
DO :                                                
a.       KU lemah
b.      Klien tampak berhati – hati bila bergerak
TUJUAN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan klien mampu  beraktivitas seperti semula, dengan kriteria hasil :
a.       KU baik
b.      Klien dapat melakukan mobilisasi secara bertahap
INTERVENSI :
a.       Pantau kemampuan klien dalam beraktivitas
R/ Mengetahui sampai sejauh mana kemampuan klien dalam beraktivitas
b.      Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya
R/ Untuk memandirikan ibu dan meminimalkan terjadinya kelemahan fisik yang lebih lanjut
c.       Bantu klien untuk mobilisasi secara bertahap
R/ Mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah sehingga mempercepat penyembuhan luka, nyeri berkurang, klien dapat bergerak atau beraktivitas tanpa adanya keluhan nyeri
d.      HE tentang pentingnya mobilisasi post SC
R/ Meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya mobilisasi sehingga memotivasi ibu untuk melakukannya
4.      Resiko infeksi b/d rusaknya pertahanan primer, dengan faktor resiko :
a.       Tampak luka bekas operasi yang dibalut verban
b.      Tanda REEDA
R : kemerahan : tidak
E : edema : tidak
E : ekimosis : tidak
D : discharge serum/pus/ darah : tidak ada
A : approximate : tampak bekas luka post Op
TUJUAN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan Infeksi tidak terjadi, dengan kriteria hasil :
a.       Perbaikan luka tepat waktu
b.      TTV dalam batas normal
c.       Tidak ditemukan adanya tanda – tanda REEDA
INTERVENSI :
a.       Monitor TTV serta tanda – tanda infeksi (jumlah, warna, dan bau dari luka operasi).
R/ Deteksi dini terhadap adanya tanda – tanda infeksi. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi.
b.      Merawat luka dengan teknik septik dan antiseptik
R/ Mencegah masuknya mikroorganisme melalui luka operasi
c.       Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi protein dan intake cairan yang adekuat
R/ Protein berperan mengganti sel – sel yang rusak dan meningkatkan daya tahan tubuh
d.      Anjurkan klien untuk mobilisasi secara bertahap
R/ Mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah sehingga mempercepat penyembuhan luka
e.       Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan vulva / tubuh / area operasi, meminimalkan infeksi nasokomial dengan menjaga kebersihan lingkungan dan batasi pengunjung
R/ Mencegah faktor resiko penularan
f.        Kolaborasi dalam penatalaksanaan pemberian antibiotik : injeksi cefotaxime
R/ Memblok invasi berkembangbiaknya mikroorganisme dengan merubah PH jaringan sesuai dengan spektrum antibiotik yang digunakan

G.    IMPLEMENTASI
CP IV
Implementasi
Tabel 8
HARI/TANGGAL
DX
JAM
IMPLEMENTASI DAN HASIL
Jumat
13 Juli 2012
















































































Sabtu
14 Juli 2012
1

















  
2
















3














  
4





























1

















2

















3











4






























09.00

09.10




09.25

09.40



09.50

10.00



10.10

10.15


10.20


10.30




10.45



11.00



11.10



11.25




11.30

  
11.45








11.55



12.10



12.20



12.30




12.45



09.00

09.10




09.15
  
09.30


09.45

10.00



10.10


10.20


10.30


10.45




11.00



11.15

11.35


11.45



11.55


12.10








12.30



12.45



12.50




13.00





13.15

1.      Mengobservasi tingkat nyeri
Hasil : skala nyeri 6 (sedang)
2.      Mengobservasi TTV
Hasil : TD : 130/80 mmHg
             N  : 84 kali/menit
             S  : 37ºC
             P  : 24 kali/menit
3.      Mengatur posisi klien dengan posisi supine
Hasil : klien merasa nyaman
4.      Mengajarkan teknik relaksasi dengan menarik nafas dalam saat nyeri timbul
Hasil : klien menarik nafas dalam saat nyeri timbul dan klien merasa nyaman
5.      Melakukan teknik distraksi
Hasil : klien senang diajak bercerita
6.      Kolaborasi dalam penatalaksanaan pemberian analgetik
Hasil : injeksi ketorolac 1 Amp/8 jam/iv

1.      Memberi posisi yang nyaman
Hasil : klien istirahat dengan posisi supine
2.      Menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
Hasil : perawat membatasi pengunjung
3.      Mengajarkan teknik relaksasi
Hasil : klien tampak menarik nafas dalam ketika nyeri timbul dan klien merasa nyaman
4.      Menganjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan / minuman tinggi protein sebelum tidur (susu)
Hasil : klien mengatakan akan melakukan anjuran perawat
5.      HE tentang manfaat terpenuhinya kebutuhan istirahat dan tidur
Hasil : klien tampak mengerti

1.      Memantau kemampuan klien dalam beraktivitas
Hasil : klien tidak mampu beraktivitas karena nyeri pada luka post operasi
2.      Membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya
Hasil : klien mengatakan tidak perlu karena ada keluarga
3.      Membantu klien untuk mobilisasi secara bertahap
Hasil : klien hanya mampu dibantu miring kanan dan miring kiri

4.      HE tentang pentingnya mobilisasi post SC
Hasil : klien tampak mengerti

1.      Memonitor TTV serta adanya tanda – tanda infeksi seperti warna, panas, bengkak, dan nyeri.
Hasil : TD : 120/80 mmhg
           N  : 84 kali/menit
           S  : 37 C
           P  : 24 kali/menit
Tidak terdapat tanda – tanda infeksi di sekitar luka operasi
2.      Merawat luka dengan teknik septik dan antiseptik
Hasil : cuci tangan sebelum dan sesudah prosedur
3.      Menganjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi protein dan intake cairan yang adekuat
Hasil : klien tampak mengerti
4.      Menganjurkan klien untuk mobilisasi secara bertahap
Hasil : klien hanya mampu dibantu miring kanan dan miring kiri
5.      Menganjurkan klien untuk menjaga kebersihan vulva / tubuh / area operasi, meminimalkan infeksi nasokomial dengan menjaga kebersihan lingkungan dan batasi pengunjung
Hasil : lingkungan tampak bersih
6.      Kolaborasi dalam penatalaksanaan pemberian antibiotik.
Hasil : injeksi cefotaxime 1gr/12 jam/iv

1.      Mengobservasi tingkat nyeri
Hasil : skala nyeri 5 (sedang)
2.      Mengobservasi TTV
Hasil : TD : 120/90 mmHg
             N  : 80 kali/menit
             S  : 37ºC
             P  : 20 kali/menit
3.      Mengatur posisi klien dengan posisi supine
Hasil : klien merasa nyaman
4.      Mengajarkan teknik relaksasi dengan menarik nafas dalam saat nyeri timbul
Hasil : klien merasa nyaman
5.      Melakukan teknik distraksi
Hasil : klien senang diajak bercerita
6.      Kolaborasi dalam penatalaksanaan pemberian analgetik
Hasil : injeksi ketorolac 1 Amp/8 jam/iv

1.      Memberi posisi yang nyaman
Hasil : klien diberi posisi terlentang dan klien merasa nyaman
2.      Menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
Hasil : perawat membatasi pengunjung
3.      Mengajarkan teknik relaksasi
Hasil : klien menarik nafas dalam ketika nyeri timbul dan klien merasa nyaman
4. Menganjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan / minuman tinggi protein sebelum tidur (susu)
Hasil : klien mengatakan akan melakukan anjuran perawat
5.      HE tentang manfaat terpenuhinya kebutuhan istirahat dan tidur
Hasil : klien tampak mengerti

1.    Memantau kemampuan klien dalam beraktivitas
Hasil : klien sudah bisa duduk di tempat tidur
2.   Membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya
Hasil : klien dibantu oleh keluarga dalam memenuhi aktivitas sehari - hari
3. Membantu klien untuk mobilisasi secara bertahap
Hasil : klien mampu miring kanan dan miring kiri di tempat tidur
4.      HE tentang pentingnya mobilisasi post SC
Hasil : klien tampak mengerti

1.      Memonitor TTV serta adanya tanda – tanda infeksi seperti warna, panas, bengkak, dan nyeri.
Hasil :  TD : 120/80 mmhg
             N  : 80 kali/menit
             S  : 37,5º C
             P  : 20 kali/menit
Tidak terdapat tanda – tanda infeksi di sekitar luka operasi
2.      Merawat luka dengan teknik septik dan antiseptik
Hasil : cuci tangan sebelum dan sesudah prosedur
3.      Menganjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi protein dan intake cairan yang adekuat
Hasil : klien tampak mengerti
4.      Menganjurkan klien untuk mobilisasi secara bertahap
Hasil : klien melakukan mobilisasi secara bertahap mulai dari miring kiri dan miring kanan hingga duduk
5.      Menganjurkan klien untuk menjaga kebersihan vulva / tubuh / area operasi, meminimalkan infeksi nasokomial dengan menjaga kebersihan lingkungan dan batasi pengunjung
Hasil : lingkungan tampak bersih dan pengunjung dibatasi
6.      Kolaborasi dalam penatalaksanaan pemberian antibiotik.
Hasil : injeksi cefotaxime 1gr/12 jam/iv

H.     CATATAN PERKEMBANGAN
CP VII
Catatan Perkembangan
Tabel 9
HARI/TANGGAL
DX
JAM
EVALUASI / SOAP
Jumat
13 Juli 2012








































































  
Sabtu
14 Juli 2012
1






















2

















3














4


















1














2






  
3










4
















13.15






















13.30
















  
13.45














14.00


















13.20














13.30







13.45










14.00







S :
-        klien mengatakan masih nyeri pada luka  operasi
-        klien mengatakan masih sering mulas
O :
-        klien tampak meringis
-        klien tampak lemah
-        skala nyeri 6 (sedang)
-        observasi TTV :
TD : 120/80 mmhg
N   : 80 kali/menit
S   : 37º C
P   : 84 kali/menit
A : nyeri belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1.      Atur posisi klien
2.     Ajarkan teknik relaksasi dengan menarik napas dalam saat nyeri timbul
3.      Lakukan teknik distraksi
4.      Observasi tingkat nyeri
5. Kolaborasi penatalaksanaan pemberian analgetik

S : Klien mengeluh sering terbangun tengah malam karena nyeri pada luka operasi
O :
-        Klien tampak gelisah
-        Klien tampak sering terbangun
-        Klien tampak sering menguap
-        Ekspresi wajah tampak mengantuk
A : Gangguan pola tidur belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1.      Beri posisi yang menyenangkan
2.      Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
3.      Ajarkan teknik relaksasi
4.      Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan/minuman tinggi protein sebelum tidur misalnya susu
5.      HE tentang manfaat terpenuhinya  kebutuhan istirahat tidur

S :
-        Klien mengatakan aktivitasnya dibantu oleh keluarga
-        Klien mengatakan masih takut bergerak banyak
O :
-        Klien tampak berhati – hati bila bergerak
-        ADL tampak dibantu oleh keluarga
A : gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1.      Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya
2.      Bantu klien untuk mobilisasi secara bertahap
3.      Pantau kemampuan klien dalam beraktivitas
4.      HE tentang pentingnya mobilisasi post SC

S : –
O : kondisi luka operasi tampak baik, tidak terdapat tanda – tanda infeksi di sekitar luka operasi
A : infeksi tetap menjadi resiko
P : Lanjutkan intervensi
  1. Monitor TTV serta tanda – tanda infeksi
  2. Rawat luka dengan teknik septik dan antiseptik
  3. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi protein dan intake cairan yang adekuat
  4. Anjurkan klien untuk mobilisasi secara bertahap
  5. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan vulva / tubuh / area operasi, meminimalkan infeksi nasokomial dengan menjaga kebersihan lingkungan dan batasi pengunjung
  6. Kolaborasi dalam penatalaksanaan pemberian antibiotik
S :
-        Klien mengatakan nyeri berkurang saat bergerak dan sama sekali tidak nyeri saat istirahat atau duduk
O :
-        Ekspresi wajah nampak rileks
-        Skala nyeri 2 (ringan)
-        Observasi TTV :
TD : 120/70 mmHg
N   : 90 kali/menit
S   :36,5º C
P   : 20 kali/menit
A : Nyeri teratasi
P :  intervensi dihentikan

S :
-        Klien mengatakan tidurnya nyenyak
O :
-        Klien tampak tenang
-        Ekspresi wajah tampak segar
A : Gangguan pola tidur teratasi
P : intervensi dihentikan

S :
-        Klien mengatakan tidak mampu bergerak banyak karena nyeri
O :
-        Klien sudah dapat berjalan sendiri
-        Ekspresi wajah nampak tenang
-        Pemenuhan aktivitas sehari – hari dilakukan dengan bantuan sangat minimal
A : gangguan mobilitas fisik teratasi
P : intervensi dihentikan

S : 
O : – tidak terdapat tanda – tanda infeksi
      – suhu badan 37º C
A : infeksi tetap menjadi resiko
P : lanjutkan intervensi
  1. Monitor TTV serta tanda – tanda infeksi
  2. Rawat luka dengan teknik septik dan antiseptik
  3. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi protein dan intake cairan yang adekuat
  4. Anjurkan klien untuk mobilisasi secara bertahap
  5. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan vulva / tubuh / area operasi, meminimalkan infeksi nasokomial dengan menjaga kebersihan lingkungan dan batasi pengunjung
  6. Kolaborasi dalam penatalaksanaan pemberian antibiotik




BAB IV
PEMBAHASAN


 Pada BAB ini penulis akan membandingkan hasil tinjauan kasus pada klien yang dirawat di RSUD  Syekh Yusuf Gowa  dengan tinjauan kepustakaan yang ada. Pada kasus ini diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Dalam membahas asuhan keperawatan ini, penulis menggunakan lima tahap proses keperawatan menurut Gebbie dan Levin yaitu : Pengkajian, Diagnosa keperawatan, Implementasi, dan evaluasi.
Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien, pada berbagai  tatanan  pelayanan kesehatan, dengan  menggunakan metodologi proses keperawatan. Dalam lingkup dan wewenang  serta tanggung  jawab keperawatan  kegiatan  yang dilakukan adalah dalam  peningkatan  kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan pemulihan.
A.    Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada klien post partum diruang  nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa,  jika dibandingkan dengan tinjauan  kepustakaan yang ada pada BAB II  tidak ada perbedaannya karena semua langkah-langkah pengkajian dimulai dari  tahap  pengkajian  telah dilakukan dengan baik. Sesuai dengan teori yang ada pada tinjauan kepustakaan langkah-langkah pengkajian dimulai dari pengumpulan data, menganalisa, mengklasifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan. Data yang diperoleh dari klien, keluarga, catatan medis dan tim kesehatan lainnya. Pada tahap pengkajian ini penulis tidak menemukan kendala yang berarti dalam mengumpulkan data dan mencari informasi yang berhubungan dengan pemeriksaan untuk mendapatkan data karena berkat dukungan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak akhirnya data tersebut dapat diperoleh.
Pada pengkajian berdasarkan konsep asuhan keperawatan, data yang terdapat dalam teori adalah demam, muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil, nyeri, hipertensi, gangguan penglihatan, edema, konstipasi. Sedangkan dalam pelaksanaan studi kasus data yang didapatkan dalam kasus adalah nyeri akibat tindakan pembedahan, mulas pada perut, gelisah.
Berdasarkan gambaran kasus diatas terdapat kesenjangan antara kasus dan teori dimana pada kasus tidak didapatkan keluhan demam, muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil, nyeri, hipertensi, gangguan penglihatan, edema, konstipasi. Hal ini disebabkan karena setiap orang berbeda dalam proses adaptasi penyakitnya, karena setiap orang memiliki respon imun yang berbeda-beda terhadap penyakit.

B.     Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pesien post partum  antara lain:
1.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi/peningkatan anggota keluarga, krisis situasi.
2.      Ketidaknyamanan : Nyeri (Akut) berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek anastesia, efek-efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
3.      Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi/kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi.
4.      Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
5.      Resiko Cedera. Faktor resiko dapat meliputi fungsi biokimia atau regulasi (mis., hipotensi ortostatik, adanya HKK atau eklampsia), efek-efek anestesia, tromboemboli, profil darah abnormal (anemia/kehilangan darah berlebihan, sensitivitas terhadap rubella, inkompatibilitas Rh), trauma jaringan
6.      Resiko infeksi. Faktor resiko dapat meliputi trauma jaringan/kulit rusak, penurunan Hb, prosedur invasif dan/atau peningkatan pemajanan lingkungan, pecah ketuban lama, mainutrisi.
7.      Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti, kelebihan analgesik atau anestesi, efek-efek progesterone, dehidrasi, diare prapersalinan, kurang masukan, nyeri parineal/rektal.
8.      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.
9.      Perubahan Eleminasi urin berhubungan dengan trauma/diversi mekanis, efek-efek hormonal (perpindahan cairan dan/atau peningkatan aliran plasma ginjal), efek-efek anastesi.
10. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anastesia, penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamanan fisik.
Sedangkan dalam studi kasus ini sesuai kebutuhan pasien ditegakkan 4 diagnosa keperawatan yaitu :
1.      Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan akibat tindakan operatif SSTP
2.      Gangguan pola tidur b/d nyeri pada luka post Op SC
3.      Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan
4.      Resiko infeksi b/d rusaknya pertahanan primer.

Dari data di atas, terdapat 8 diagnosa pada teori yang  tidak ditemukan pada kasus yaitu:
1.  Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi/peningkatan anggota keluarga, krisis situasi. Diagnose ini tidak diangkat karena klien sudah mengetahui dan mengerti  tentang perawatan bayi dan karena klien banyak belajar dari orang tuanya.  
2.      Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi/kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi. Diagnose ini tidak diangkat karena klien mengatakan bahwa ansietas yang dirasakan klien sudah menurun ke tingkat yang dapat diatasi
3.      Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan. Diagnose ini tidak diangkat karena klien mengatakan tidak malu dengan kondisinya saat ini
4.      Resiko Cedera. Faktor resiko dapat meliputi fungsi biokimia atau regulasi (mis., hipotensi ortostatik, adanya HKK atau eklampsia), efek-efek anestesia, tromboemboli, profil darah abnormal (anemia/kehilangan darah berlebihan, sensitivitas terhadap rubella, inkompatibilitas Rh), trauma jaringan. Diagnose ini tidak diangkat karena pada saat pengkajian tidak ditemukan adanya factor – factor yang dapat menimbilkan cedera.
5.      Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti, kelebihan analgesik atau anestesi, efek-efek progesterone, dehidrasi, diare prapersalinan, kurang masukan, nyeri parineal/rektal. Diagnose ini tidak diangkat karena pada saat pengkajian klien mengatakan sudah BAB. Peristaltic usus 7 kali/menit
6.   Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber. Diagnose ini tidak diangkat karena klien sudah mengetahui dan mengerti  tentang perawatan bayi dan karena klien sudah memiliki banyak pengalaman sebagai seorang ibu
7.      Perubahan Eleminasi urine berhubungan dengan trauma/diversi mekanis, efek-efek hormonal (perpindahan cairan dan/atau peningkatan aliran plasma ginjal), efek-efek anastesi. Diagnosis ini tidak diangkat karena pada saat pengkajian tampak terpasang kateter.
8.  Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anastesia, penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamanan fisik. Diagnose ini tidak diangkat karena tampak klien dibantu oleh keluarga dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
Disamping itu terdapat 2 diagnosa yang ada pada kasus tetapi tidak terdapat dalam teori yaitu :
1.      Gangguan pola tidur b/d nyeri pada luka post Op. Diagnosa ini ditemukan pada kasus karena nyeri yang dialami klien sehingga pola tidur klien terganggu.
2.      Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan. Diagnosa ini ditemukan pada kasus karena keadaan umum klien yang lemah sehingga kebutuhan ADL klien dibantu di tempat tidur.

C.     Perencanaan
Dari 4 masalah keperawatan yang muncul pada kasus, selanjutnya dibuat rencana keperawatan sebagai tindakan pencegah masalah keperawatan yang ada, kemudian menentukan tindakan yang tepat.
Rencana telah dilakukan sesuai dengan kondisi klien dan ternyata tidak ada kesenjangan yang terjadi antara teori dengan kenyataan yang ada. Dimana semua rencana yang tertera dalam teori juga direcanakan pada kasus.

D.    Implementasi
Dalam melaksanakan  intervensi keperawatan  penulis tidak mendapat hambatan yang berarti, semua intervensi (rencana tindakan) dapat  terlaksana dengan melibatkan  klien dan keluarganya, klien bersikap lebih terbuka, kooperatif dan mudah diajak bekerjasama, mudah menerima penjelasan dan saran serta klien berpartisipasi aktif dalam tindakan keperawatan.

E.     Evaluasi
Evaluasi pada klien post partum dilakukan secara formatif dan secara sumatif. Evaluasi secara formatif  telah dilaksanakan secara terus menerus untuk menilai setiap langkah perkembangan kesehatan klien.
Pada evaluasi sumatif dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ada pada perencanaan dengan hasil tidak ditemukan komplikasi yang membahayakan baik bagi ibu maupun bayinya , dan tidak terdapat infeksi pada luka post SC serta orang tua dapat menerima kehadiran bayinya.
Untuk masalah yang belum teratasi tindakannya diberikan pada saat akan pulang dengan  memberikan Discharge Planning (perencanaan klien pulang ) sehingga klien mengetahui hal-hal yang harus dilakukan di rumah dan mengetahui kapan harus datang ke rumah sakit untuk kontrol.

F.      Faktor pendukung dan penghambat.
  1. Faktor pendukung
a.       Adanya kerja sama yang baik dengan petugas ruangan dan keadaan klien dan keluarga yang kooperatif dalam melaksanakann tindakan.
b.      Adanya partisifasi dari pembimbing lahan dan institusi dalam membimbing mahasiswa praktek dan pengambilan kasus.
c.       Keluarga klien yang sangat kooperatif dalam menerima semua anjuran tim kesehatan yang menunjang kesembuhan klien.
  1. Faktor penghambat
a.       Diperolehnya data yang berbeda antar anggota keluarga klien untuk perumusan rencana tindakan.
b.      Penggunaan bahasa yang kadang tidak dimengerti oleh penulis.



BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Setelah melaksanakan intervensi dan pembelajaran kesehatan selama di ruang perawatan nifas RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa dengan diagnosa persalinan Sectio Caesaria, penulis menyimpulkan sebagai berikut :

1.  sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat di atas 500 gram.

2.  Masa nifas adalah masa waktu antara kelahiran plasenta dan membran yang menandai berakhirnya periode intrapartum sampai waktu menuju kembalinya system reproduksi wanita tersebut ke kondisi tidak hamil (Anggraini, Yetti : hal 2)

3.   Dalam penerapan Asuhan keperawatan secara sistematis dari pengkajian sampai evaluasi pada Ny. J dengan persalinan  sectio caesaria ditemukan empat diagnosa keperawatan, tidak semua diagnosa yang ditemukan adalah aktual, dari semua diagnosa yang diangkat: nyeri dapat teratasi, gangguan pola tidur dapat teratasi, gangguan mobilitas fisik dapat teratasi, dan infeksi tetap menjadi resiko. Nyeri masih ada namun mulai berkurang dan klien mulai dapat beradaptasi dengan rasa nyerinya.

4.  Sesuai dengan teori pada pasien Seksio Caesaria  terdapat 10 diagnosa keperawatan tetapi pada praktik hanya ditemukan 3 diagnosa aktual dan 1 diagnosa yang bersifat risiko yang ditemukan sesuai dengan respon dan kondisi klien

5.  Berakhirnya praktik Program DIII keperawatan di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa lebih khusus dalam penerapan Asuhan Keperawatan pada Ny. J, tidak terlepas dari peranan pembimbing dalam memberikan bimbingan secara terus-menerus juga antusias menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.

B.     Saran

Berdasarkan pengalaman penulis dalam praktek dan dalam rangka pemberian pelayanan profesional dan peningkatan mutu tenaga perawatan, maka penulis menyarankan :
1.      Institusi pendidikan
a.       Agar memberikan bekal pengetahuan yang optimal kepada mahasiswa selama mengikuti kuliah dan diberikan pengawasan yang cukup saat menimbah pengalaman di Rumah Sakit serta bimbingan yang adekuat sehingga betul – betul menjadi perawat yang profesional di bidang keperawatan
b.      Diharapkan kepada pembimbing agar terus meningkatkan intensitas bimbingan dan komunikasi serta koordinasi yang lebih baik sehingga mutu praktek keperawatan dari hari kehari semakin meningkat.
2.      Keluarga / masyarakat
Agar tetap melanjutkan upaya – upaya kesehatan yang telah diketahui dan disarankan demi peningkatan derajat kesehatan
3.      Rumah Sakit
a.       Agar dalam penerapan asuhan keperawatan sebaiknya menerapkan teori yang telah dipelajari dengan menyesuaikan kondisi klien pada saat itu
b.      Agar proses keperawatan berlangsung dengan tepat dan benar hendaknya pengadaan sarana penunjang/alat-alat dapat disediakan sehingga dapat dimanfaatkan semaksimal dan seefektif mungkin.
4.      Penulis
Diharapkan dapat membuat asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan yang lebih sistematis




DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Eny R dan Diah Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Nuha Medika

Anggraini, Yetti. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka Rihama

Anonim. 2010. Askep Sectio Caesarea, (online), (http://dc372.4shared.com/doc/x-jweDfl/preview.html, diakses 21 Oktober 2012 pukul 21.00 Wita)

Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Dokumentasi Perawatan Klien Edisi 2. Jakarta : EGC

Jitowiyono, Sugeng dan Weni Kristiyanasari. 2010. Asuhan Keperawatan Post        Operasi. Yogyakarta : Nuha Medika

Mitayani. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica (YEM)


0 comments:

Post a Comment